Jaksa Agung RI Setujui Restorative Justice: 10 Kasus Diberhentikan dengan Persetujuan JAM-Pidum

Foto: Jaksa Agung RI Menyetujui 10 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Jaksa Agung RI Menyetujui 10 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Jaksa Agung Republik Indonesia, Dr. Fadil Zumhana, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), telah menyetujui sepuluh permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Keputusan ini merupakan hasil dari evaluasi yang cermat atas berbagai kasus pidana yang melibatkan tersangka dari berbagai wilayah di Indonesia. Kamis (28/3/2024)

Tinjauan Kasus

Bacaan Lainnya

1. Kasus Tersangka A. Malik bin Usman dan Amir Hamzah alias Jering bin M. Zahri
Kedua tersangka, yang berasal dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, diduga melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Kasus Tersangka I Akbar Aldo Prasetio bin Wandi Salfatori dan Tersangka II Dimas Yogo Pebrian bin Antoni
Dua tersangka dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, diduga melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

3. Kasus Tersangka Usman B bin Sanan
Tersangka dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu diduga melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

4. Kasus Tersangka Repi Kurniawan bin Sawar
Tersangka dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

5. Kasus Tersangka Ilham Basuki Rahman bin Rustam Sutaji Efendi dan Tersangka Sahrudin bin Safe’i
Kedua tersangka dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur diduga melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6. Kasus Tersangka Toto Arianto bin Bubun B
Tersangka dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur diduga melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair kedua Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

7. Kasus Tersangka Hadi Wahono alias Adi bin Sardi
Tersangka dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur diduga melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

8. Kasus Tersangka Alimuddin alias Alim Ak H. Sahabudin
Tersangka dari Kejaksaan Negeri Sumbawa diduga melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Keputusan untuk memberikan penghentian penuntutan didasarkan pada berbagai pertimbangan, antara lain:

Salah satu aspek yang menjadi pertimbangan utama dalam memberikan penghentian penuntutan adalah adanya proses perdamaian antara tersangka dan korban. Dalam beberapa kasus, tersangka telah meminta maaf secara tulus dan korban telah memberikan maaf, menegaskan komitmen mereka untuk memulihkan hubungan yang terganggu akibat tindakan kriminal.

Selain itu, beberapa faktor lain juga menjadi pertimbangan, seperti tersangka belum pernah dihukum sebelumnya, belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya, serta ancaman pidana yang dihadapi tidak melebihi lima tahun penjara atau denda. Tersangka juga berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan atau paksaan.

Langkah penghentian penuntutan ini juga didasarkan pada pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat. Pemberian penghargaan kepada para tersangka yang bersedia memperbaiki kesalahannya dan berdamai dengan korban diharapkan dapat memberikan efek jera yang lebih baik daripada proses peradilan biasa.

Setelah persetujuan penghentian penuntutan, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Keputusan ini mencerminkan komitmen Jaksa Agung RI dalam memastikan penegakan hukum yang berkeadilan, serta memberikan kesempatan bagi mereka yang bersedia untuk memperbaiki kesalahan mereka dan berdamai dengan korban.

Diharapkan langkah ini juga dapat menjadi contoh bagi upaya-upaya serupa di masa depan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. (Sumber: Kapuspenkum Kejagung Jaksel, Editor: Putri KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *