Harmoni Keberagaman dalam Sejarah Panjang Penambangan Timah di Bangka Belitung
KBO-BABEL.COM (PANGKALPINANG) — Bangka Belitung, dikenal sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia, memiliki kekayaan tidak hanya pada sumber daya alamnya, tetapi juga dalam keberagaman budaya dan sejarah yang kental, terutama pengaruh peradaban Tionghoa yang telah berlangsung selama berabad-abad. Selasa (4/2/2025)
Sejak abad ke-18, para pekerja Tionghoa datang ke Bangka Belitung untuk bekerja di sektor pertambangan timah. Kehadiran mereka tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga meninggalkan jejak peradaban yang signifikan.
Sejarawan sekaligus Budayawan Bangka Belitung, Dato Akhmad Elvian DPMP, menjelaskan bahwa kedatangan penambang timah Tionghoa ke wilayah tersebut dimulai pada tahun 1722. Hal ini dipicu oleh kontrak perdagangan timah yang ditandatangani oleh Sultan Ratu Anom Komaruddin dengan VOC.
“Pada tahun 1722, Sultan Ratu Anom Komaruddin menandatangani kontrak perdagangan timah dengan VOC. Akibatnya, Sultan harus meningkatkan produksi timah hingga 30 ribu pikul setiap tahunnya,” jelas Elvian.
Untuk memenuhi permintaan tersebut, Sultan Mahmud Badaruddin I Jayowikromo mendatangkan tenaga kerja Tionghoa dari berbagai wilayah seperti Vietnam, Laos, Kamboja, Pattani, Johor, dan Semenanjung Malaka pada tahun 1724.
“Pekerja tambang didatangkan dari Tionghoa karena jumlah timah yang harus disediakan cukup banyak,” tambahnya.
Tidak hanya sebagai tenaga kerja tambahan, para pekerja Tionghoa juga membawa inovasi teknologi dalam penambangan timah. Teknologi yang mereka perkenalkan dikenal dengan nama teknologi kulit dan kulong kulit.
“Orang Tionghoa menjadi pekerja tambang di Pulau Bangka untuk memperkenalkan teknologi baru. Teknologi ini menyebabkan orang Tionghoa harus tinggal di sekitar tambang karena proses pembukaan lapisan tanah cukup lama, sekitar 7 hingga 8 bulan sampai timah ditemukan dan ditambang,” papar Elvian lebih lanjut.
Hingga kini, kesinambungan sejarah pertambangan timah di Indonesia terus dilestarikan oleh PT Timah. Perusahaan ini merupakan penerus dari berbagai entitas sebelumnya seperti BTW, GMB, NV. SITEM, dan PN Timah. Dalam operasinya, PT Timah tetap mempertahankan peran komunitas Tionghoa Bangka, termasuk keturunan mereka yang dikenal dengan sebutan “Kepala Parit” atau “parittew”.
“Pada industri pewter, misalnya, keahlian orang Tionghoa Bangka sangat diperlukan oleh PT Timah. Akulturasi dan asimilasi antara orang Tionghoa dengan bumiputera Bangka melahirkan orang-orang peranakan yang menjadi bagian penting dari aktivitas perusahaan, termasuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),” ungkap Elvian.
Meski aktivitas CSR PT Timah saat ini tidak lagi berfokus pada tambang timah, kontribusi mereka tetap dirasakan oleh masyarakat Bangka Belitung. Elvian berharap PT Timah terus mendukung program-program yang menyentuh aspek ekonomi, keagamaan, sosial, dan kebudayaan untuk menjaga harmoni keberagaman.
“Saya harap, PT Timah ke depan terus bermitra dalam menjaga harmonisasi antar SARA di Bangka Belitung. Sehingga kebutuhan dasar atau basic need serta lingkaran keintiman masyarakat akan terus terjalin dengan baik dan erat,” ujarnya.
Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, turut menyoroti peran penting etnis Tionghoa dalam sejarah pertambangan timah di Bangka Belitung. Menurutnya, hubungan erat antara etnis Tionghoa dan sektor timah telah terjalin sejak lama, meskipun saat ini tidak semua masyarakat Tionghoa bekerja di sektor tersebut.
“Dulu kan masyarakat Tionghoa didatangkan untuk bekerja di sektor pertimahan. Jadi punya hubungan yang erat antara etnis Tionghoa. Meski saat ini tidak semua bekerja di sektor pertimahan, tapi ada nilai sejarah seperti itu. Saya pikir punya history yang baik,” ujar pria yang akrab disapa BPJ itu.
Bambang juga menegaskan bahwa hingga saat ini, industri pertambangan timah masih menjadi tulang punggung ekonomi di Bangka Belitung. Oleh karena itu, menjaga keberlanjutan sektor ini serta harmoni antar-etnis merupakan hal yang sangat penting.
Harmoni keberagaman etnis di Bangka Belitung menjadi salah satu contoh keberhasilan asimilasi budaya di Indonesia. Keberadaan masyarakat Tionghoa yang telah menyatu dengan masyarakat lokal menunjukkan bahwa perbedaan dapat menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik.
Elvian menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan perusahaan seperti PT Timah, dalam menjaga harmonisasi antar-etnis. Program-program yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sosial dianggap sebagai kunci untuk mempererat hubungan antar-kelompok.
Bangka Belitung tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman budaya dapat dikelola secara harmonis. Hubungan erat antara etnis Tionghoa dan sektor timah menjadi bagian dari sejarah panjang yang terus dilestarikan hingga kini. (Sumber: PT Timah Tbk, Editor: KBO-Babel)