Pemilik Pagar Laut PT TRPN Tegaskan Telah Beri Kompensasi ke Nelayan dan Tolak Pembongkaran Pagar Laut di Kampung Paljaya
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Kampung Paljaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, menjadi sorotan publik terkait pemasangan pagar laut yang dilakukan oleh PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN). Pemasangan pagar tersebut, yang berfungsi sebagai penanda alur pelabuhan, telah menimbulkan kontroversi di kalangan nelayan setempat. Namun, pemilik pagar laut akhirnya muncul dan memberikan klarifikasi mengenai masalah ini, serta menegaskan bahwa mereka sudah memberikan kompensasi kepada nelayan yang terdampak. Rabu (22/1/2025)
Melalui kuasa hukumnya, Deolipa Yumara, PT TRPN mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan kompensasi kepada para nelayan yang terpengaruh oleh pembangunan pagar laut. Kompensasi ini disalurkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat, yang bertugas untuk menyalurkan bantuan tersebut.
“Nelayan ini kan sudah kami sosialisikan. Yang sosialisikan bukan kami, tapi DKP sendiri sudah mensosialisikan dan sudah ada bayar-membayarnya,” ujar Deolipa dalam konferensi pers di Bekasi pada Kamis (16/1/2025), melansir dari Kompas.com.
Deolipa juga menambahkan bahwa para nelayan setempat telah diberikan sosialisasi mengenai pembangunan pagar laut serta penataan kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya.
Pihaknya menegaskan bahwa nelayan yang protes terhadap pembangunan tersebut bukanlah nelayan asli Kampung Paljaya, melainkan nelayan dari wilayah Cilincing, Jakarta.
“Nelayan di Bekasi ini sudah dibayarkan semua. Sudah rapi. Tiba-tiba ada nelayan dari wilayah Cilincing, Jakarta, komplain. Kenapa ada begini-begini? Kan jadi komplain semua nelayan dari kota Jakarta, bukan dari Bekasi. Itu persoalannya,” ucap Deolipa.
Sebelumnya, PT TRPN bersama dengan DKP Jawa Barat telah melakukan kerjasama untuk penataan ulang kawasan PPI Paljaya yang terletak di perairan Kampung Paljaya. Penataan ini meliputi pembangunan alur pelabuhan yang membentang sepanjang lima kilometer dengan lebar 70 meter dan kedalaman lima meter.
Proyek ini dimulai pada tahun 2023 dan mencakup pembangunan sarana dan prasarana yang lebih luas, termasuk peningkatan infrastruktur di sekitar PPI Paljaya seluas 7,4 hektar. Keberadaan pagar laut, yang dipasang sebagai penanda alur pelabuhan, kini menjadi fokus utama dalam sengketa ini.
Namun, pembangunan pagar laut ini mendapat penolakan keras dari nelayan setempat. Mereka mengklaim bahwa keberadaan pagar laut telah menyebabkan penurunan drastis dalam hasil tangkapan mereka. Selain itu, nelayan juga mengeluhkan kerusakan pada kapal mereka akibat tersangkut bambu yang dipasang sebagai tanda alur pelabuhan.
Menyikapi protes ini, PT TRPN mengklaim bahwa pembangunan pagar laut yang mereka lakukan sah secara hukum. Deolipa Yumara menjelaskan bahwa perusahaan mereka sudah memperoleh izin yang diperlukan untuk membangun alur pelabuhan di kawasan PPI Paljaya.
Pada tahun 2022, PT TRPN telah mengajukan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, setelah melalui penelaahan, permohonan izin tersebut tidak memenuhi persyaratan, dan KKP memberikan sejumlah catatan.
Salah satu catatan yang diberikan adalah agar PT TRPN berkoordinasi dengan DKP Jawa Barat, karena lokasi pembangunan berada di wilayah yang merupakan aset milik DKP Jawa Barat.
Sebagai respons terhadap permintaan KKP, PT TRPN langsung berkoordinasi dengan DKP Jawa Barat untuk membahas rencana pembangunan alur pelabuhan. Berdasarkan koordinasi tersebut, DKP Jawa Barat menyetujui rencana pembangunan dengan syarat agar PT TRPN menata ulang kawasan PPI Paljaya terlebih dahulu.
Penataan ini mencakup pembangunan sarana dan prasarana di kawasan tersebut, seperti pembangunan pertokoan, perbaikan jalan, dan pendirian kantor UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem. Setelah permintaan ini dipenuhi, PT TRPN mulai mengerjakan pembangunan alur pelabuhan pada tahun 2023.
Namun, pada bulan Desember 2024, KKP secara mendadak mengeluarkan surat perintah penghentian sementara terhadap proyek pembangunan tersebut. Bahkan, pada 15 Januari 2025, KKP menyegel objek pembangunan alur pelabuhan milik PT TRPN. Deolipa menilai tindakan KKP ini gegabah dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Ya enggak apa-apa disegel. Tapi nanti ini kita akan perdebatkan. Mungkin ini bisa jadi sampai ke wilayah DPR untuk merapatkan ini,” ujarnya dengan tegas.
Deolipa juga menjelaskan bahwa PT TRPN tidak sembarangan dalam memasang pagar laut yang menjadi bagian dari pembangunan alur pelabuhan di perairan Kampung Paljaya. Semua tahapan dan prosedur telah dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada, meskipun izin PKKPRL belum disetujui oleh KKP.
“Kita sudah mengikuti semua prosedur yang diminta oleh KKP. Jika ada yang salah, kami siap untuk dipertanggungjawabkan,” tambah Deolipa.
Terkait dengan penyegelan yang dilakukan oleh KKP, PT TRPN berencana untuk membawa masalah ini ke ranah legislatif. Mereka berencana mengajukan keberatan kepada DPR RI atas langkah KKP yang dianggap merugikan perusahaan.
“Kita akan bawa ke DPR juga. Untuk kita minta pertanggungjawaban bagaimana sih pola-pola yang pas seperti ini,” tegas Deolipa.
Pihak PT TRPN menganggap pembangunan pagar laut ini sangat penting untuk kelancaran operasi pelabuhan, yang nantinya akan meningkatkan perekonomian daerah dan memberikan manfaat bagi nelayan serta masyarakat sekitar.
PT TRPN juga menegaskan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban sosial terhadap nelayan dengan memberikan kompensasi yang layak dan melakukan sosialisasi yang tepat. Namun, meskipun sudah ada kompensasi dan sosialisasi, protes dari beberapa kelompok nelayan menunjukkan bahwa masalah ini belum sepenuhnya terselesaikan.
Ketegangan ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara pihak perusahaan, pemerintah, dan masyarakat nelayan mengenai dampak dari pembangunan pagar laut tersebut. Sementara itu, KKP yang bertanggung jawab atas pengawasan ruang laut tetap pada pendiriannya untuk menegakkan aturan dan prosedur yang berlaku.
Saat ini, perkembangan kasus ini masih menunggu langkah-langkah hukum lebih lanjut, baik dari pihak PT TRPN yang berencana mengadukan KKP ke DPR, maupun dari pihak KKP yang akan terus menegakkan regulasi terkait dengan kegiatan pemanfaatan ruang laut.
Sebagai catatan, meskipun proyek ini merupakan bagian dari penataan kawasan PPI Paljaya yang sudah disetujui oleh DKP Jawa Barat, keberadaan alur pelabuhan yang ditandai dengan pagar laut masih menjadi persoalan yang belum menemukan solusi yang memuaskan semua pihak.
Kedepannya, peran serta berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun nelayan, sangat dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak yang terlibat. (Sumber: Tribun Medan, Editor: KBO-Babel)