Helena Lim dan Eks Petinggi PT Timah Dituntut Penjara dan Bayar Uang Pengganti Hingga Ratusan Miliar Rupiah

Foto: Sidang dakwaan terhadap Helena digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (21/8/2024)

Tuntutan Jaksa dalam Kasus Korupsi Timah: Begini Jumlah Uang Pengganti yang Dikenakan pada Helena Lim dan Dua Eks Petinggi PT Timah

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Sidang tuntutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang menyeret nama beberapa terdakwa, termasuk Helena Lim, mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, serta mantan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, telah memasuki tahap krusial. Para terdakwa kini menghadapi tuntutan pidana berat, termasuk hukuman penjara dan pembayaran uang pengganti dengan nominal fantastis. Senin (9/12/2024)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (5/12/2024) membacakan tuntutan terhadap para terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Berikut adalah rincian tuntutan yang dijatuhkan kepada masing-masing terdakwa.

Bacaan Lainnya

Helena Lim, yang didakwa terlibat dalam tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait tata niaga komoditas timah, dituntut hukuman penjara selama delapan tahun.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut Helena untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar dengan subsider satu tahun kurungan.

Tak hanya itu, Helena juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, yang harus dilunasi paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap.

“Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 4 tahun,” tegas jaksa.

Dalam dakwaan, Helena disebut membantu suami artis Sandra Dewi, yakni Harvey Moeis, dalam menampung dana pengamanan dari para perusahaan smelter swasta.

Dana tersebut diduga dikumpulkan untuk melindungi kegiatan tambang ilegal dan dikamuflasekan sebagai program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

“Bahwa dalam melakukan sejumlah transaksi uang dari pengumpulan pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan beberapa money changer yang disembunyikan dan disamarkan,” ujar jaksa.

Uang tersebut kemudian dikumpulkan melalui PT Quantum Skyline Exchange, perusahaan milik Helena Lim. Modus ini dinilai sebagai cara untuk menyamarkan sumber dan tujuan dana yang sebenarnya.

JPU memaparkan sejumlah faktor yang memberatkan dan meringankan bagi Helena Lim.

Faktor yang memberatkan adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam menciptakan tata kelola negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, tindakannya dinilai menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, termasuk kerusakan lingkungan yang masif.

Helena juga dianggap menikmati hasil tindak pidana yang dilakukannya dan bersikap berbelit-belit dalam memberikan keterangan selama persidangan.

Namun, sebagai faktor yang meringankan, Helena belum pernah dihukum sebelumnya.

Dalam kasus ini, Helena dikenakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

Sementara itu, dua mantan petinggi PT Timah, yakni mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan mantan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, juga menghadapi tuntutan berat dalam sidang yang sama.

Riza Pahlevi dituntut 12 tahun penjara atas dakwaan melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa.

Selain hukuman penjara, Riza juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar dengan subsider satu tahun kurungan.

Jaksa juga menuntut Riza untuk membayar uang pengganti sebesar Rp493.399.704.345 atau Rp493 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dapat dipenuhi dalam waktu satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka ia akan menjalani hukuman tambahan berupa pidana enam tahun penjara.

Hal serupa berlaku untuk Emil Ermindra, yang juga dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Emil diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp493.399.704.345. Jika Emil tidak mampu memenuhi pembayaran tersebut, ia juga akan menjalani hukuman tambahan berupa pidana enam tahun penjara.

Dalam kasus ini, Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), MB Gunawan, juga menjadi terdakwa. Namun, berbeda dengan tuntutan terhadap Helena, Riza, dan Emil, jaksa tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada Gunawan.

Gunawan dituntut hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta dengan subsider satu tahun kurungan.

Kasus korupsi tata niaga komoditas timah ini telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, bahkan mencapai angka Rp300 triliun. Kerugian tersebut tidak hanya berupa kerugian finansial, tetapi juga kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal yang didukung oleh para terdakwa.

Jaksa berharap hukuman berat yang dijatuhkan kepada para terdakwa dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

Sidang ini akan berlanjut dengan agenda pembelaan dari para terdakwa sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan akhir. Kasus ini menjadi sorotan publik mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan serta keterlibatan nama-nama besar dalam industri tambang dan bisnis.

Kasus ini menunjukkan bagaimana tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak luas pada kerusakan lingkungan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Para terdakwa, termasuk Helena Lim, Riza Pahlevi, dan Emil Ermindra, kini menghadapi tuntutan berat, baik berupa hukuman penjara maupun kewajiban membayar uang pengganti dengan nominal fantastis.

Pengadilan diharapkan dapat memberikan putusan yang adil dan sepadan dengan perbuatan para terdakwa, sehingga dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi. Sidang ini juga menjadi momentum penting untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. (Sumber: Bangka Pos, Editor: KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *