Terungkap di Sidang, Saksi Sebut PT Timah Pilih Smelter Swasta Karena Biaya Pemurnian Lebih Rendah

Foto: Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis (kanan) bertanya kepada salah satu saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2024.

Terungkap di Pengadilan, Smelter Swasta Tawarkan Biaya Pemurnian Lebih Murah dari PT Timah

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Sidang kasus dugaan korupsi timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis kembali digelar pada Kamis (4/10). Dalam persidangan kali ini, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020, Alwin Albar, memberikan kesaksian yang mengungkapkan perbedaan biaya peleburan antara smelter swasta dan smelter milik PT Timah. Sabtu (5/10/2024)

Alwin menjelaskan bahwa dalam sidang sebelumnya, biaya peleburan di smelter swasta yang disebut berkisar antara US$ 2.000 hingga US$ 2.500 per ton dianggap lebih mahal dibandingkan biaya peleburan oleh smelter milik PT Timah sendiri yang dikatakan hanya sebesar US$ 1.000 per ton.

Bacaan Lainnya

Namun, Alwin menegaskan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk peleburan di smelter swasta masih lebih murah daripada total biaya produksi yang dikeluarkan oleh PT Timah untuk melakukan peleburan secara mandiri.

“Untuk US$ 1.000/ton adalah biaya murni peleburan di PT Timah yang belum termasuk biaya lain,” ujar Alwin, dikutip dari JPNN.com, Jumat (4/10).

Ia juga menjelaskan bahwa biaya total yang dibayarkan PT Timah kepada smelter swasta sebenarnya mencapai US$ 4.000 per ton. Biaya ini mencakup peleburan, pengangkutan, dan biaya lain yang terkait. Di sisi lain, untuk komponen biaya yang sama, PT Timah harus mengeluarkan total biaya sebesar US$ 6.000 per ton jika melakukan peleburan sendiri.

“Bahwa total cost untuk kerjasama dengan smelter swasta masih lebih murah dibandingkan dengan PT Timah sendiri,” lanjut Alwin.

Lebih lanjut, Alwin juga mengungkapkan bahwa keputusan untuk bekerja sama dengan smelter swasta datang dari pihak PT Timah pada masa itu. Keputusan ini, menurutnya, diambil untuk menutupi selisih antara kapasitas produksi timah yang dapat dilakukan oleh PT Timah dengan target produksi yang telah ditetapkan.

“Terkait dengan kebutuhan, penawaran ini yang lebih membutuhkan adalah PT Timah. Terdapat beberapa fakta berkaitan dengan kemampuan smelter atau tanur yang dimiliki PT Timah yang kapasitas produksinya tidak dapat mencapai target dan maksimal kapasitas produksi PT Timah pada tahun 2017/2019 adalah sebanyak 30.000 ton,” ungkap Alwin.

Selain Alwin, mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, juga turut memberikan kesaksiannya dalam sidang ini. Emil menjelaskan bahwa angka US$ 900 hingga US$ 1.200 per ton yang disebut sebagai biaya produksi di smelter Muntok milik PT Timah merupakan biaya yang dikeluarkan oleh unit metalurgi Muntok.

Ia merinci bahwa keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan PT Timah untuk mendapatkan logam timah, termasuk komponen bahan baku bijih timah, gaji dan tunjangan, penyusutan dan amortisasi, royalti, bahan bakar, pemakaian suku cadang, jasa pihak ketiga, pajak, transportasi, serta pemakaian bahan langsung, bisa mencapai US$ 5.500 hingga US$ 6.000 per ton.

“Angka ril pada tahun 2017 sebesar US$ 6.200,” tegas Emil.

Ia juga menekankan bahwa kisaran biaya produksi sebesar US$ 5.500 hingga US$ 6.000 yang dikeluarkan PT Timah jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya tetap (fixed cost) menyewa smelter swasta yang hanya sebesar US$ 4.000 per ton.

“Fixed cost menyewa smelter swasta US$ 4.000 pasti akan dipilih karena harga tersebut masih di bawah beban pokok pendapatan PT Timah,” pungkas Emil.

Sidang kasus dugaan korupsi ini menarik perhatian publik karena mengungkap seluk-beluk biaya produksi timah, yang menjadi isu penting bagi perusahaan tambang BUMN ini. (Sumber: JPNN.com, Editor: KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *