Pengadilan Korupsi: Yulia Sebut Dana CSR PT SIP Tidak Sesuai dengan Dakwaan
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah kembali berlangsung pada Kamis, 12 September 2024. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, saksi Yulia, kasir pada bagian keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, memberikan kesaksian mengenai aliran dana yang diduga merupakan gratifikasi berkedok dana Corporate Social Responsibility (CSR). Sabtu (14/9/2024)
Dalam persidangan tersebut, Yulia dihadirkan untuk menjelaskan aliran dana yang diduga berkaitan dengan gratifikasi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menyebutkan bahwa terdapat aliran dana sebesar Rp 600 juta dan Rp 1 miliar yang diberikan oleh Komisaris PT SIP, Suwito Gunawan, kepada Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT).
Yulia mengaku dalam kesaksiannya bahwa ia tidak dapat memastikan bagaimana dana tersebut mengalir ke pihak Harvey Moeis.
“Tidak dapat memastikan apakah dana Rp 600 juta tersebut ditransfer ke Helena (melalui PT Quantum Skyline) atau PT Mekarindo Abadi Sentosa,” ujar Yulia, dikutip dari Tribunnews.com.
Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak mengetahui alasan pengiriman dana tersebut dan tidak memiliki bukti transfer atas transaksi tersebut.
“Tidak tahu alasan atau tujuan pengiriman dana tersebut dan sudah tidak mempunyai bukti transfer atas transaksi tersebut,” tambahnya.
Selain itu, Yulia juga mengklarifikasi mengenai nilai dana CSR PT SIP yang tertulis dalam dakwaan. Ia menyebutkan bahwa nilai dana CSR PT SIP bukan Rp 2,1 miliar sebagaimana tercantum dalam dakwaan, melainkan Rp 1,6 miliar. Hal ini menambah kompleksitas kasus yang melibatkan beberapa perusahaan smelter swasta, termasuk PT Stanindo Inti Perkasa.
Kasus ini berkisar pada dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk pada periode 2015-2022.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Harvey Moeis sebagai inisiator program kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah meminta pihak-pihak smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan yang dihasilkan sebagai uang pengamanan.
Jaksa menjelaskan bahwa uang pengamanan tersebut disamarkan sebagai dana CSR dengan dua cara. Pertama, diserahkan langsung kepada Harvey Moeis, dan kedua, ditransfer ke rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange atau money changer lain yang ditunjuk oleh terdakwa Helena Lim.
Jaksa juga mengatakan bahwa uang CSR dari smelter swasta yang ditampung Helena di PT QSE berasal dari PT Stanindo Inti Perkasa dalam tiga kali transfer dengan total Rp 2,1 miliar.
Dengan kesaksian Yulia ini, kasus dugaan korupsi sektor timah semakin menunjukkan kompleksitas aliran dana yang diduga sebagai gratifikasi. Sidang akan terus berlanjut dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya untuk mengungkap kebenaran dan menuntaskan kasus ini. (Sumber: Kompas, Editor: KBO-Babel)