Kejagung Pertimbangkan Penetapan Tersangka Baru dalam Skandal Korupsi Timah
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa potensi penambahan tersangka masih sangat terbuka jika ditemukan fakta-fakta baru selama proses persidangan berlangsung. Sabtu (10/8/2024)
“Semua berpulang kepada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,” ujar Harli kepada wartawan di Kejagung, Jakarta, pada Jumat (9/8).
Harli menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus-kasus korupsi, penetapan tersangka tambahan berdasarkan fakta-fakta yang muncul di persidangan bukanlah hal yang baru.
Ia mencontohkan kasus korupsi proyek pembangunan Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol MBZ tahun 2016-2017, di mana penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka baru, meskipun keempat terdakwa dalam kasus tersebut telah divonis.
“Minimal diperoleh dari dua alat bukti, maka penyidik berketetapan, menetapkan seseorang menjadi tersangka. Saya kira bagi semua penanganan perkara itu dilakukan,” jelas Harli.
Menurutnya, penetapan tersangka baru dalam sebuah kasus sangat bergantung pada kelengkapan bukti yang dikumpulkan oleh penyidik.
“Jadi ini semua akan diupayakan supaya terang-benderang di persidangan. Terkait itu apakah ada fakta-fakta baru, tentu penyidik akan terus mendalami dalam mempelajari,” imbuhnya.
Dalam kasus korupsi tata niaga timah ini, Kejagung telah menetapkan 22 orang sebagai tersangka. Mereka berasal dari berbagai posisi strategis, termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah pada periode 2016-2021, serta Harvey Moeis yang diduga bertindak sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut bahwa berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp300,003 triliun.
Rincian kerugian tersebut meliputi kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan nilai mencapai Rp26,649 triliun, serta kerusakan ekologis yang ditaksir mencapai Rp271,6 triliun.
Harli menekankan bahwa Kejagung berkomitmen untuk mengungkap kasus ini secara tuntas, termasuk kemungkinan munculnya tersangka baru jika bukti-bukti yang ditemukan di persidangan mendukung.
“Terkait apakah ada tersangka baru atau tidak, kita lihat nanti bagaimana perkembangan persidangan dan bukti-bukti yang muncul,” tuturnya.
Proses hukum terhadap 22 tersangka yang telah ditetapkan sejauh ini terus berjalan. Kejagung berharap melalui pengungkapan fakta di persidangan, kasus korupsi tata niaga timah ini bisa menjadi terang benderang, dan jika ada pihak lain yang terlibat, mereka akan turut dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku. (Sumber: CNN Indonesia, Editor: KBO-Babel)