Kasus ‘Money Politics’ Mengguncang Pemilu 2024: Caleg PDI-P Terpilih dan Ketua KPU Kabupaten Bangka Terseret

Foto: Ilustrasi Money Politic

Empat Caleg PDI-P Terpilih Diduga Terlibat Kasus ‘Money Politics’: Ketua KPU Kabupaten Bangka Ikut Terseret

KBO-BABEL.COM (Pangkalpinang) – Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2024 di Kabupaten Bangka yang diadakan pada 14 Februari 2024 telah menghasilkan kejutan besar. Meskipun empat calon legislatif (caleg) dari PDI-P—Rizal Mustakim, Eri Gustian, Rustamsyah, dan Imam Wahyudi—berhasil terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bangka dan DPRD Provinsi Bangka Belitung, mereka kini menghadapi tuduhan serius terkait praktik ‘money politics’. Kasus ini juga menyeret nama Ketua KPU Kabupaten Bangka, Sinarto, yang diduga terlibat dalam skandal tersebut. Kamis (8/8/2024)

Keempat caleg PDI-P tersebut kini tengah menghadapi kasus politik yang serius setelah dugaan praktik politik uang terungkap. Menurut laporan dari mantan petugas Pemilu, Rizal Mustakim (caleg DPRD Kabupaten Bangka) dan Rustamsyah (caleg DPRD Provinsi Bangka Belitung) diduga telah melakukan praktik ‘money politics’. Mereka dituduh membagikan uang senilai Rp 250.000 kepada pemilih dengan tujuan untuk mempengaruhi suara mereka.

Bacaan Lainnya

Laporan ini muncul dari sejumlah mantan petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Pengawas Kelurahan/Desa (PKD), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kecamatan Sungailiat.

Para mantan petugas tersebut terdiri dari Dimas Putra Ramadhan Akil (PPK Sungailiat), Elvalina (PPS Kelurahan Kenanga), Eka Efika, Erdian Amriansyah, dan Yudhi Arifin (semua PKD Kelurahan Kenanga dan Sinar Baru). Mereka mengungkapkan bahwa praktik politik uang tersebut dilakukan secara tandem oleh Rizal Mustakim dan Rustamsyah.

Pengungkapan dan Laporan

Kasus ini mulai terungkap ketika laporan dari mantan petugas Pileg 2024 ke Panwaslu Kecamatan Sungailiat tidak ditindaklanjuti. Hal ini mendorong mereka untuk melaporkan kasus tersebut ke AK Law Firm & Partner pada Kamis, 1 Agustus 2024. Laporan ini kemudian dilanjutkan ke Bawaslu Kabupaten Bangka.

Budiyono SH, kuasa hukum caleg Dr. Andi Kusuma SH MKn CTL, menegaskan, “Kita minta usut tuntas kasus pelanggaran tindak pidana Pemilu Legislatif ini. Kebenaran harus ditegakkan.”

Tuduhan Terhadap Caleg Lainnya

Selain Rizal Mustakim dan Rustamsyah, dua caleg lainnya dari PDI-P juga diduga terlibat dalam praktik politik uang. Eri Gustian (caleg DPRD Kabupaten Bangka) dan Imam Wahyudi (caleg DPRD Provinsi Bangka Belitung) dituding melakukan hal serupa dengan membagikan uang senilai Rp 250.000 kepada pemilih.

Hasil pemungutan suara yang dirilis dalam rapat Pleno KPU Kabupaten Bangka menunjukkan Eri Gustian memperoleh 2.879 suara, Rizal Mustakim 1.954 suara, Rustamsyah 5.813 suara, dan Imam Wahyudi 9.850 suara. Di tengah laporan mengenai praktik politik uang, muncul juga dugaan penggelembungan suara. Rustamsyah diduga menambah 136 suara dan Imam Wahyudi memperoleh 832 suara secara tidak sah.

Reaksi Para Caleg

Berbagai reaksi muncul dari para caleg terkait tuduhan ini. Imam Wahyudi, caleg DPRD Provinsi Bangka Belitung, enggan memberikan tanggapan dan tidak merespons pesan WhatsApp yang dikirim oleh tim The Journal Indonesia. Meskipun pesan tersebut terbaca, Imam Wahyudi tidak memberikan jawaban.

Eri Gustian, caleg DPRD Kabupaten Bangka, mengaku bingung dan tidak mengetahui mengenai tuduhan tersebut.

Dalam pesan WhatsApp yang diterimanya pada Jumat, 1 Agustus 2024, Eri menyatakan, “Saya tidak tahu cerita ini. Kok seperti ini mereka (mantan petugas Pemilu-red) memberikan pernyataan?”

Eri juga meragukan jumlah suara yang tercatat di kampung Nelayan Sungailiat, menganggap laporan suara tidak sesuai dengan kenyataan.

Rizal Mustakim menolak semua tuduhan dan membantah terlibat dalam praktik politik uang.

Dalam telepon pada Kamis malam, 1 Agustus 2024, Rizal menegaskan, “Saya sendiri pernah mendengar isu itu, namun saya tegaskan ini tidak benar.”

Rustamsyah juga membantah tuduhan terhadap dirinya.

Dalam pesan WhatsApp pada Kamis siang, 8 Agustus 2024, ia menyebut tuduhan tersebut sebagai hoax dan fitnah, “Tidak ada itu (money politics), itu hoax dan fitnah.”

Keterlibatan Ketua KPU

Kasus ini semakin rumit dengan terlibatnya nama Sinarto, Ketua KPU Kabupaten Bangka. Menurut kesaksian mantan petugas Pemilu, Sinarto diduga memberikan arahan kepada anggota PPS untuk mencoblos Imam Wahyudi.

Tim The Journal Indonesia mencoba menghubungi Sinarto melalui WhatsApp dan telepon, namun tidak mendapatkan respons. Nomor ponselnya juga diduga telah diblokir.

Sanksi Politik Uang di Masa Tenang dan Pemungutan Suara Menurut UU Pemilu

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan sanksi yang ketat terhadap praktik politik uang selama masa kampanye dan pemungutan suara. UU ini bertujuan untuk memastikan integritas proses pemilihan dengan memberikan hukuman berat bagi pelanggar.

Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 secara jelas menyatakan bahwa, “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta.”

Lebih lanjut, Pasal 523 Ayat (1) mengatur bahwa, “Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).”

Pasal 523 Ayat (2) memperketat sanksi pada masa tenang, yaitu “Setiap pelaksana, peserta dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.48.000.000 (empat puluh delapan juta rupiah).”

Pasal 523 Ayat (3) kembali menegaskan hukuman pada hari pemungutan suara, “Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Dengan sanksi-sanksi yang ketat ini, UU Pemilu berupaya menjaga keadilan dan transparansi dalam proses demokrasi Indonesia, memastikan bahwa setiap suara yang diberikan adalah hasil dari keputusan bebas tanpa tekanan atau imbalan.

Proses Hukum dan Implikasi

Kasus ini kini berada di bawah penyelidikan Bawaslu Kabupaten Bangka. Jika terbukti bersalah, para caleg dan pihak-pihak terkait bisa menghadapi sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Kasus ini menjadi contoh penting mengenai betapa seriusnya pelanggaran dalam pemilu dan perlunya penegakan hukum yang tegas untuk menjaga integritas proses demokrasi.

Keempat caleg yang terlibat kini harus menghadapi proses hukum yang dapat mempengaruhi masa depan politik mereka dan reputasi PDI-P sebagai partai politik. Selain itu, keterlibatan Ketua KPU Kabupaten Bangka dalam kasus ini juga menjadi perhatian, menunjukkan adanya potensi penyimpangan dalam pelaksanaan pemilu yang harus diusut secara mendalam. (Sumber: The Journal Indonesia, Editor: KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *