Kasus Penadahan Handphone Curian di Bandung Selesai dengan Keadilan Restoratif: 13 Perkara Ditutup
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, pada Rabu, 31 Juli 2024, memimpin ekspose yang menyetujui 13 permohonan penyelesaian perkara menggunakan mekanisme keadilan restoratif. Salah satu kasus yang diselesaikan adalah perkara penadahan handphone curian di Kota Bandung. Kamis (1/8/2024)
Kasus ini melibatkan Tersangka Asep Mulyana bin Nurhasan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang didakwa melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang penadahan dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kronologi kasus berawal ketika Nana Rukmana membawa sebuah handphone merek iPhone 15 Pro Max yang merupakan hasil pencurian ke rumah Tersangka Asep Mulyana.
Nana meminta Asep Mulyana untuk menawarkan handphone tersebut dan menyarankan agar hasil penjualannya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, seperti beras dan token listrik.
Tersangka Asep Mulyana kemudian menawarkan handphone tersebut kepada Wildan Hasugian dengan harga Rp1.500.000. Namun, Wildan Hasugian membeli handphone tersebut seharga Rp950.000.
Asep Mulyana kemudian memberikan uang tersebut kepada Nana Rukmana, sementara Asep Mulyana menerima bagian sebesar Rp300.000 yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Mengetahui posisi kasus tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandung Irfan Wibowo, S.H., bersama Kasi Pidum Muslih, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Fransiska Trihestowati, S.H., M.H., Christian Dior P. Sianturi, S.H., M.H., dan Tutut Suciati Handayani, S.H., M.H., memutuskan untuk menginisiasi penyelesaian kasus ini melalui mekanisme keadilan restoratif.
Dalam proses perdamaian, Tersangka Asep Mulyana mengakui kesalahannya, menyesali perbuatannya, dan meminta maaf kepada korban. Korban kemudian menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Setelah kesepakatan perdamaian tercapai, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandung mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Katarina Endang Sarwestri, S.H., M.H., setelah mempelajari berkas perkara, menyetujui penghentian penuntutan dan mengajukan permohonan tersebut kepada JAM-Pidum, yang disetujui dalam ekspose keadilan restoratif pada tanggal yang sama.
Selain kasus ini, JAM-Pidum juga menyetujui 12 perkara lain menggunakan mekanisme keadilan restoratif. Beberapa di antaranya adalah:
- Mailer Makaenas alias Aleng dari Cabang Kejaksaan Negeri Kotamobagu di Dumoga, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Arman Gunawan alias Kemen bin Encang dari Kejaksaan Negeri Cimahi, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Mukti Yanti binti Wasiman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Cimahi, disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Sansan Muhamad Sabiq bin M. Suhaeli dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Wildan Hasugian bin Jaminter Hasugian (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Khalid Saeful Amri bin Iso Sopandi dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Dita Meilani Zulkarnaen binti Atep Zulkarnaen dari Kejaksaan Negeri Cilacap, disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Tarudi alias Rudi bin Darso dari Kejaksaan Negeri Pemalang, disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- I Farzan Laode alias Fazran dan Ilham Laoweya alias Tisen dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara, disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
- Rifki alias Iki bin Yusuf dari Kejaksaan Negeri Palangkaraya, disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan/atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Arta Wijaya Saputra, S.Sos. bin Popo Natawijaya (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sarolangun, disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) dan Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Suryanto alias Yanto bin Doto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tebo, disangka melanggar Primair Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif meliputi:
- Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memaafkan;
- Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya;
- Tersangka melakukan pelanggaran untuk pertama kalinya;
- Ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dan tanpa tekanan;
- Kesepakatan untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan dianggap lebih bermanfaat;
- Pertimbangan sosiologis dan respon positif dari masyarakat.
JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, sebagai bentuk kepastian hukum. (Sumber: Kapuspenkum KEjagung RI, Editor: KBO-Babel)