Kontroversi Pengerukan Muara Air Kantung: Kebahagiaan Nelayan di Tengah Polemik Izin
KBO-BABEL.COM (Bangka) – Masyarakat nelayan Muara Air Kantung Jelitik, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka baru-baru ini merayakan syukuran dengan suka cita. Mereka bersyukur atas pengerukan muara yang telah lama mengalami pendangkalan akibat abrasi pasir yang terus-menerus dihantam ombak, menyebabkan longsor dan pendangkalan dasar muara. Jumat (26/7/2024).
PT Pulomas Sentosa telah melakukan pengerukan tersebut, sehingga kapal nelayan kini dapat keluar masuk pelabuhan dengan lancar sejak Minggu, 21 Juli 2024. Namun, di balik kebahagiaan ini, terdapat polemik panjang yang melibatkan berbagai pihak berkepentingan dalam pengerukan muara tersebut.
Polemik ini bermula dari keputusan Bupati Bangka yang memberikan izin mendesak kepada dua perusahaan berbeda untuk melakukan pengerukan di Muara Air Kantung. Keputusan pertama, Keputusan Bupati Bangka Nomor:100.3.3.2/256/III/2024 tertanggal 18 Maret 2024, memberikan izin kepada PT Pulomas Sentosa untuk melakukan pengerukan di Alur, Muara, dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungailiat. Keputusan ini ditandatangani oleh Penjabat (Pj) Bupati Bangka, M. Haris AR, AP, M.H, meskipun izin kerja PT Pulomas Sentosa (SIKK) masih berlaku hingga 5 Mei 2024.
Namun, yang mengejutkan, Penjabat Bupati yang sama mengeluarkan Keputusan Bupati Bangka Nomor:100.3.3.2/526/III/2024 tertanggal 4 Juni 2024 yang memberikan izin pengerukan kepada PT Naga Mas Sumatra di lokasi yang sama. Keputusan kedua ini diterbitkan tanpa mencabut atau membatalkan keputusan pertama.
Publik mempertanyakan kedua keputusan ini karena keduanya tidak memiliki klausul yang menyatakan keputusan tersebut bisa ditinjau kembali, dicabut, atau dibatalkan jika terjadi kekeliruan.
Penjabat Bupati Bangka, M. Haris AR, saat dikonfirmasi, tidak membantah telah menandatangani kedua keputusan tersebut dan menegaskan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa kepala daerah dapat melakukan tindakan tertentu dalam keadaan mendesak dengan persetujuan FORKOPIMDA (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah).
M. Haris AR menjelaskan bahwa keputusan untuk memberikan izin kepada PT Pulomas Sentosa didasarkan pada rapat koordinasi dengan Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung dan FORKOPIMDA, serta pendapat hukum dari Jaksa Pengacara Negara.
Sedangkan keputusan untuk memberikan izin kepada PT Naga Mas Sumatra didasarkan pada rapat koordinasi pelaksanaan normalisasi Muara Air Kantung pada tanggal 3 Juni 2024, meskipun belum semua unsur menyetujui, termasuk FORKOPIMDA Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten Bangka.
Selain PT Pulomas Sentosa dan PT Naga Mas Sumatra, muncul pula klaim dari PT Hartadi Putra Bangka yang dikelola oleh Dedi Hartadi, yang juga merupakan bakal calon Bupati Bangka. Dedi Hartadi mengklaim bahwa PT Hartadi Putra Bangka juga memegang izin dan restu dari para nelayan Muara Air Kantung.
PT Hartadi Putra Bangka telah melakukan kajian melalui pakar untuk menghitung ketebalan volume kandungan timah dan pasir di muara tersebut, dan memiliki peta rahasia yang menunjukkan potensi sumber daya yang tinggi.
Dedi Hartadi menyatakan bahwa PT Hartadi Putra Bangka siap menggarap lokasi tersebut karena memiliki surat-surat izin yang lengkap. Ia juga menambahkan bahwa PT Hartadi Putra Bangka siap bekerja sama dengan semua pihak untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan berencana mengembangkan kawasan tersebut menjadi tempat wisata.
Dedi Hartadi menuturkan bahwa pengerukan ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan negara. Ia mengestimasi bahwa volume sedimentasi pasir laut di Muara Air Kantung mencapai 1 juta kubik.
Dengan penjualan pasir dalam negeri seharga Rp 98.000 per kubik dan luar negeri seharga Rp 186.000 per kubik, potensi pajak penghasilan 11 persen bisa mencapai Rp 20,4 miliar. Selain itu, pengerukan ini juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah melalui jasa pengangkutan dan operasional kegiatan.
Luas sedimentasi yang harus digarap tercatat 1,2 hektar dengan target kedalaman enam meter. Kondisi saat ini, gunungan pasir menumpuk di alur masuk muara dengan penyempitan tiga meter dari kondisi ideal 100 meter.
Dedi Hartadi menyebutkan bahwa pengerjaan pengangkutan sedimentasi pasir akan diawali dengan pemasangan talud atau penahan ombak sepanjang 300 meter untuk mencegah abrasi lebih lanjut.
Polemik ini tidak hanya melibatkan ketiga perusahaan, tetapi juga menyebabkan masyarakat nelayan terpecah belah menjadi pro-A, pro-B, dan pro-C. Ketiga perusahaan ini memiliki kepentingan yang sama, yakni mengeksploitasi sumber daya yang ada di Muara Air Kantung. Selain itu, terdapat potensi sumber daya yang sangat berharga di lokasi tersebut, yang menjadi incaran berbagai pihak.
Polemik pengerukan Muara Air Kantung ini menunjukkan adanya potensi sumber daya yang sangat berharga di lokasi tersebut. Sayangnya, konflik ini juga menyebabkan masyarakat nelayan terpecah belah.
Semuanya kini menunggu kebijakan yang tegas dari pejabat terkait untuk menyelesaikan polemik ini demi kepentingan bersama dan keberlanjutan lingkungan serta perekonomian daerah.
Dengan begitu banyaknya pihak yang terlibat dan klaim yang diajukan, diharapkan ada solusi yang adil dan transparan untuk mengelola Muara Air Kantung. Sehingga tidak hanya nelayan yang dapat melaut dengan lancar, tetapi juga potensi sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan dengan bijak dan berkelanjutan.
Pemerintah daerah diharapkan dapat berperan aktif dalam mengkoordinasikan semua pihak agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan yang dapat merugikan masyarakat setempat. (Sumber: Perkara News, Editor: KBO-Babel)