Kasus Pembunuhan Surabaya: Ronald Tannur, Anak Anggota DPR, Dapat Vonis Bebas

Foto: Gregorius Ronald Tannur (Dok. Antara)

Kontroversi Kasus Pembunuhan di Surabaya: Gregorius Ronald Tannur Divonis Bebas

KBO-BABEL.COM (Surabaya) – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya baru-baru ini membuat keputusan kontroversial dalam kasus pembunuhan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur, anak dari Anggota DPR RI Edward Tannur. Ronald, yang sebelumnya didakwa membunuh Dini Sera Afriyanti, dinyatakan bebas dari semua tuduhan oleh majelis hakim. Keputusan ini menuai reaksi keras dari keluarga korban dan masyarakat. Kamis (25/7/2024)

Kasus ini berawal pada 4 Oktober 2023, ketika Ronald dan Dini mengunjungi Blackhole KTV di Lenmarc Mall, Surabaya. Mereka menghabiskan waktu untuk berkaraoke dan mengonsumsi minuman beralkohol.

Bacaan Lainnya

Ketika malam semakin larut dan mereka memutuskan untuk pulang, terjadi cekcok antara keduanya. Menurut dakwaan, Dini menampar Ronald di dalam lift saat mereka hendak pergi. Ronald kemudian merespons dengan kekerasan, mencekik, menendang, dan memukul Dini menggunakan botol tequila.

Setibanya di parkiran basemen, Dini terlihat terduduk di sebelah kiri pintu depan mobil Ronald. Dalam keadaan emosi, Ronald diduga sengaja mengemudikan mobilnya sehingga melindas Dini yang berada di samping mobil.

Jaksa penuntut umum (JPU) mengklaim bahwa Ronald seharusnya menyadari posisi Dini dan dampak dari tindakan tersebut, namun ia tetap menjalankan mobil dan melindas korban.

Ronald kemudian merekam kondisi Dini yang tergeletak di parkiran sambil tertawa, sebelum membawanya ke apartemen. Di apartemen, korban dibawa ke Rumah Sakit National Hospital, tetapi sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Dokter mengonfirmasi bahwa kematian Dini disebabkan oleh kekerasan tumpul.

Hasil autopsi di RSUD dr. Soetomo mengungkapkan luka-luka serius pada tubuh Dini, termasuk pembuluh darah yang melebar, luka lecet, memar, dan pendarahan internal di berbagai organ.

Autopsi juga menunjukkan adanya alkohol dalam lambung dan darah korban, serta luka robek pada organ hati akibat kekerasan tumpul, yang menyebabkan perdarahan hebat.

Awalnya, Ronald dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan berat dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Namun, setelah proses penyidikan lanjutan, polisi menambahkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Jaksa menuntut Ronald dengan hukuman 12 tahun penjara dan restitusi sebesar Rp263,6 juta kepada keluarga Dini.

Pada 24 Juli 2024, majelis hakim yang dipimpin oleh Erintuah Damanik memutuskan bahwa Ronald tidak terbukti bersalah. Hakim menyatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung tuduhan pembunuhan atau penganiayaan.

Mereka menilai bahwa Ronald telah berusaha menolong Dini dengan membawanya ke rumah sakit. Hakim berpendapat bahwa kematian Dini bukan disebabkan oleh luka-luka yang diduga akibat tindakan Ronald, melainkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan.

Keputusan ini memicu kekecewaan mendalam dari keluarga korban dan pengacara Dini. Dimas Yemahura, pengacara keluarga Dini, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap putusan tersebut dan menyatakan bahwa mereka akan mengajukan banding. Dimas juga berencana melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung.

Putusan ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, terutama terkait dengan dugaan ketidakadilan dalam proses peradilan. Keluarga korban merasa bahwa hak-hak Dini tidak diperjuangkan dengan semestinya dan menilai keputusan hakim tidak mencerminkan keadilan. Mereka berencana untuk mengawal kasus ini lebih lanjut dengan melaporkan keputusan hakim dan berupaya agar keadilan bagi Dini dapat ditegakkan.

Dimas Yemahura juga mengharapkan agar jaksa mau melakukan upaya hukum lanjutan dengan mengajukan banding. Ia menekankan pentingnya keadilan bagi masyarakat, terutama untuk mereka yang tidak memiliki akses atau kekuatan yang sama dengan tokoh publik seperti Ronald.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan kompleksitas sistem peradilan dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan tokoh politik atau orang-orang berpengaruh. Keputusan hakim yang membebaskan Ronald memunculkan pertanyaan mengenai transparansi dan keadilan dalam proses hukum di Indonesia.

Dengan rencana banding dan pelaporan terhadap hakim, diharapkan akan ada tindak lanjut yang memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan adil dan memberikan kejelasan mengenai pertanggungjawaban hukum yang seharusnya diterima oleh Ronald. (Sumber: CNN Indonesia, Editor: KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *