Orangtua Siswa Desa Tepus Bangka Selatan Protes PPDB, 36 Anak Terancam Putus Sekolah

Foto: Puluhan orangtua siswa dari Desa Tepus, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu (10/7) di depan Kantor Bupati. (Dok. Bangka Pos)

Orangtua Siswa Desa Tepus Bangka Selatan Unjuk Rasa, Protes PPDB yang Dinilai Tak Adil

KBO-BABEL.COM (Bangka Selatan) – Puluhan orangtua siswa dari Desa Tepus, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan, menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu (10/7) di depan Kantor Bupati. Mereka menyampaikan protes terhadap kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dinilai tidak adil karena anak-anak mereka tidak diterima di SMA Negeri 1 Airgegas melalui jalur zonasi, meskipun sekolah tersebut merupakan pilihan terdekat dari desa mereka. Kamis (11/7/2024).

Dalam aksi protes yang berlangsung, puluhan orangtua siswa membawa sejumlah spanduk dan poster yang bertuliskan tuntutan agar anak-anak mereka bisa diterima kembali di sekolah yang sudah menjadi harapan mereka.

Bacaan Lainnya

Beberapa orangtua sampai menangis, meratapi nasib anak-anak mereka yang terancam putus sekolah jika tidak segera mendapatkan solusi dari pemerintah daerah.

Menurut Iwan, perwakilan dari orangtua siswa, sebanyak 36 anak dari Desa Tepus tidak berhasil lulus dalam seleksi PPDB jalur zonasi di SMA Negeri 1 Airgegas.

Padahal, berdasarkan aturan zonasi yang seharusnya memprioritaskan siswa yang tinggal dekat dengan sekolah, Desa Tepus seharusnya menjadi prioritas utama.

“Sesuai jarak lebih dekat ke SMA N 1 Airgegas, tetapi kenapa kami dipindahkan ke Kecamatan Toboali. Sedangkan yang dari Kecamatan Pulau Besar itu bisa masuk ke Airgegas. Ini yang ingin yang ingin kami kejar, tolonglah kembalikan hak sekolah anak kami sesuai zonasi,” ungkap Iwan.

Protes orangtua ini juga mengungkapkan dugaan adanya kecurangan dalam proses seleksi PPDB tahun 2024. Mereka menduga ada praktik tidak fair yang mungkin terjadi dalam penentuan hasil seleksi, sehingga banyak siswa yang seharusnya berhak masuk berdasarkan zonasi tidak mendapatkan kesempatan tersebut.

Lebih lanjut, meskipun pihak Cabdin Pendidikan Wilayah III Bangka Belitung menyarankan anak-anak Desa Tepus untuk bersekolah di SMA Negeri 3 Toboali yang berjarak 26 kilometer dari desa mereka, orangtua siswa menilai saran tersebut tidak mempertimbangkan faktor jarak yang seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam zonasi. Karena sekolah terdekat adalah SMA Negeri 1 Airgegas yang hanya 24 kilometer dari Desa Tepus.

Menghadapi kebuntuan ini, orangtua siswa Desa Tepus telah mencoba mencari solusi dengan berkonsultasi langsung ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Bangka Belitung. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian mengenai penyelesaian masalah ini.

Pemerintah daerah diminta untuk bertindak lebih transparan dan adil dalam proses PPDB ke depan, serta memastikan bahwa semua aturan zonasi dan prosedur seleksi dijalankan dengan baik dan tidak ada ruang untuk kecurangan.

Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, melalui Penjabat Sekretaris Daerah Haris Setiawan, berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus kontroversial yang melibatkan 36 anak dari Desa Tepus, Kecamatan Airgegas.

Menurut Haris Setiawan, pihaknya telah menerima semua aspirasi yang disampaikan dengan santun oleh warga Desa Tepus. Mereka menuntut agar anak-anak mereka dapat bersekolah di SMA N 1 Airgegas, yang jaraknya terbilang dekat dan masih termasuk dalam satu zonasi dengan Kecamatan Airgegas.

Sebaliknya, pilihan SMA N 3 Toboali di Desa Jeriji dianggap kurang memadai karena jarak yang lebih jauh, infrastruktur jalan yang tidak memadai, serta masalah keamanan siswa saat pulang sekolah di sore hari.

“Jadi kemudahan akses menjadi kendala bagi mereka. Karena masih satu zonasi dan satu kecamatan. Kemudian halhal lainnya memang warga menganggap kalau ke Airgegas lebih aman, lancar dan dekat,” ujar Haris.

Hal ini menjadi pertimbangan utama para orang tua mengingat kegiatan belajar mengajar di SMA N 3 Toboali masih menumpang di SMP N 4 Toboali, dengan pembelajaran efektif hanya berlangsung 3,5 jam per hari.

Permasalahan ini menjadi sorotan karena respons yang dianggap kurang memuaskan dari pihak Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan. Ketika warga menghubungi Kepala Kantor Cabdin Wilayah III Bangka Belitung, Wahyudi Himawan, mereka merasa tidak didengarkan dengan baik dan bahkan mendapatkan respons yang kurang mengenakan.

Salah satu warga, Iwan, mengungkapkan bahwa Cabdin menyarankan agar anak-anak mereka belajar di luar kelas jika tetap ingin bersekolah di SMA N 1 Airgegas, sebuah pernyataan yang dinilai merendahkan.

Namun, Haris Setiawan menegaskan bahwa pemerintah daerah telah mengapresiasi keinginan warga untuk memastikan anak-anak mereka tetap bisa bersekolah.

Meskipun kebijakan PPDB SMA berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan berkomitmen untuk memfasilitasi dan menyelesaikan permasalahan ini sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

“Karena ini kewenangan dari pemerintah provinsi maka segala aspirasi yang disampaikan sudah kami catat dan rekam. Untuk segera kami tindak lanjuti berkoordinasi dengan pihak pemerintah provinsi,” tambah Haris.

Diharapkan dengan koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan provinsi, permasalahan ini dapat segera diatasi demi kepentingan pendidikan anak-anak di Bangka Selatan. (KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *