Gus Ahmadi, NasDem, dan Pilkada Bangka

(Bangka Belitung). "Gus Ahmadi Kuncen Kemenangan". Begitu judul tulisan saya di Trasberita, 18 Mei tahun lalu. Hari ini tulisan itu dibuka dan dibaca lagi, setelah melihat dinamika politik di Bangka, yang mengibarkan nama Gus Ahmadi sebagai salah seorang kandidat bakal calon bupati/wakil bupati. Apa yang diungkap di tulisan itu, ternyata menemukan relevansinya, hari-hari ini.
Caption : Syafrudin Prawiranegara 

oleh : Syafrudin Prawiranegara

KBO-BABEL.COM (Bangka Belitung). “Gus Ahmadi Kuncen Kemenangan”. Begitu judul tulisan saya di Trasberita, 18 Mei tahun lalu.

Bacaan Lainnya

Hari ini tulisan itu dibuka dan dibaca lagi, setelah melihat dinamika politik di Bangka, yang mengibarkan nama Gus Ahmadi sebagai salah seorang kandidat bakal calon bupati/wakil bupati. Apa yang diungkap di tulisan itu, ternyata menemukan relevansinya, hari-hari ini.

Pokok isi tulisan itu, antara lain, menggambarkan betapa putra Kemuja itu punya tuah tersendiri dalam kontestasi politik elektoral. Khususnya pilkada Kabupaten Bangka.

Ahmadi bisa dibayangkan seperti Khofifah dan/atau Cak Imin; dua santri yang berpengaruh kuat di wilayah kunci kemenangan pilpres: Jawa Timur.

Terbukti, keduanya sangat diminati menjadi bagian dari timses pada pilpres 2024 lalu. Bahkan, seorang Cak Imin, lebih daripada itu. Langsung diposisikan sebagai cawapres. Oleh NasDem. Dengan manuver yang tak terduga. Sekian bulan setelah Trasberita, pimpinan Bang Ihsan “Amang Ikak” Mokoginta, memuat tulisan ‘iseng’ saya tersebut.

Apakah Comandante Surya Paloh, membaca tulisan itu? Kemungkinan besar, tidak! Jauh!

Ke NasDem Tower yang megah itu saja, tulisan itu rasanya tak pernah mampir. Apalagi “berenang” ke Pulau Kaliage milik Bang Surya di Kepulauan Seribu; tempat elite-elite politik Koalisi Perubahan berembug.

Jadi, hanya sebuah kebetulan belaka, ada kesamaan pikiran Ketum NasDem dengan pikiran yang tertera di tulisan itu. Khususnya, pada poin betapa strategisnya tokoh santri dari daerah kunci.

Bahwa ternyata Cak Imin gagal memenangkan kontestasi, sedari awal sudah bisa ditebak. Sebab, pada kubu yang berbeda (02) ada Khofifah (Gubernur Jatim). Ada Yeni Wahid di kubu yang satu lagi (03). Yang paling berat, tentu saja ada personifikasi Jokowi pada putranya, Gibran Rakabuming Raka, di 02.

Tapi dalam konteks Kabupaten Bangka, kesulitan seperti yang dialami Cak Imin itu tampak tidak merintangi Gus Ahmadi, yang biasa disapa Atok Kulup. (Saya lebih suka menyebutnya: Datuk Qulub).

Ahmadi adalah satu-satunya kandidat bakal calon, yang seperti Cak Imin: santri dan berasal dari daerah kunci kemenangan elektoral.

Di mana daerah kunci itu? Di mana lagi kalau bukan Mendo Barat?!!

Ahmadi, jika jadi maju dalam pilkada Bangka, akan melaju tanpa saingan dari kandidat yang berbasis sama.

Jikapun ada saingan yang berasal dari Mendo Barat, rasanya ia atau mereka akan sulit mengalahkan Ahmadi. Sebab, icon (simbol) Mendo Barat yang sangat kuat hari ini adalah Gus Ahmadi. Terutama sejak “Istana Adat Kedatuan Qulubiyah” yang ia cita-citakan menjelma menjadi kenyataan. Berhasil menyedot berbagai kalangan untuk silaturrahmi, diskusi, sowan, curhat, minta petunjuk, bahkan mungkin “mintak ubat” (setidaknya “ubat ati”), dan sebagainya.

Maka cukup disayangkan jika parpol-parpol di Kabupaten Bangka, khususnya NasDem tidak membakalcalonkan Gus Ahmadi dalam pilkada tahun ini.

Mengapa NasDem? Tak lain karena cara berpikir politik ala Bang Surya Paloh (SP) yang “out of the box”, jadi tampak tidak sefrekuensi dengan pengurus di daerah.

Mengutamakan “kader sendiri” untuk dicalonkan dalam even elektoral, terbukti bukan harga mati bagi seorang SP. Yang penting bagi SP adalah “majunya putera-putera terbaik bangsa”, sekalipun bukan dari NasDem.

“Keutuhan bangsa dan negara” bagi SP berada di atas segala-segalanya. Karena itu, setelah kalah dalam kontestasi, tak masalah jika berpelukan segera dengan lawan politik, meskipun di sidang Mahkamah Konstitusi, relawan hukum sedang berjibaku.

Tampak ada semacam perbedaan, antara cara berpikir politik kultural elite NasDem di pusat, dengan di daerah.

Tapi itu tentu biasa dan sah-sah saja, mengingat dinamika politik di tingkat lokal dan nasional memiliki “gap” juga. Yang disebabkan banyak faktor.

Apa yang diputuskan pengurus di daerah, bisa jadi lebih ideal bagi perkembangan sebuah parpol di daerah yang bersangkutan. Dalam perspektif pembangunan parpol, memajukan kader sendiri, memang lebih ideal ketimbang mengusungkan kader partai lain, apalagi non-partai. Tak peduli hasilnya kelak: menang atau kalah.

Tapi Ahmadi Sofyan, mungkin tak akan putus asa terhadap NasDem. Sebab, di menit-menit akhir bisa saja NasDem bermanuver “mengalah untuk menang”.

Jika AHY (Ketum Partai Demokrat) yang sekian bulan runtang-runtung bergandengan dengan Anies saja, bisa dibatalkan “pernikahannya” oleh NasDem, apalagi kader sendiri. Maksudnya, bisa saja Bu Sri Kristin (Ketua NasDem Bangka), ditarik dari pencalonan, dan NasDem menyerahkan mandat kepada Gus Ahmadi. ‘Tokh’, tak ada partai lain yang dikecewakan NasDem.

Apalagi, popularitas Ahmadi bisa dikira lebih tinggi daripada Bu Sri Kristin. Demikian pula elektabilitasnya.

Masalah Ahmadi hanya “isi tas”, yang masih perlu di-“back up”.

Pada titik itu, menarik membaca selentingan info, bahwa putra Sungailiat, Syahrial Ridho berminat menggandeng Gus Ahmadi.

Syahrial ini bukan orang sembarangan. Dia orang sukses di Jakarta. Seorang ‘lawyer’. Soal “isi tas” mungkin cukuplah baginya untuk bekal kontestasi elektoral selevel kabupaten.

Apakah kandidat satu ini terpengaruh tulisan tentang “Gus Ahmadi Kuncen Kemenangan” itu ?!

Lagi-lagi kemungkinan besarnya, tidak! Hitung-hitungan yang ia gunakan, bisa jadi “hanya” hitung-hitungan rasional pada umumnya. Menggunakan hitung-hitungan itu saja, mudah ditemukan bahwa Gus Ahmadi adalah nama yang layak untuk digandeng. Dasarnya: Orang Bangka mana yang tak tahu dengan YouTuber Atok Kulup,
Staf Khusus Pj Gubernur KBB?

Dari sisi keseimbangan atau keharmonian ala filsafat Yin Yang, Syahrial Rido dan Ahmadi ini tampaknya pasangan yang klop.

Masing-masing mewakili ranah pertambangan (Sungailiat), dan perkebunan (Mendo Barat). Orang pesisir dan orang kebun.

Dari sisi wilayah kiprah selama ini, Syahrial Ridho sebagai perantau di negeri orang, bisa dibilang pas kalau berpasangan dengan penjaga negeri selama ini: Gus Ahmadi Sofyan Al-Kamuji Gelar Datuk Qulub.

Ya, Ahmadi adalah penjaga negeri dengan tulisan-tulisannya yang bertebaran di berbagai media. Ia memberi suluh bagi kegelapan pikiran masyarakat Bangka. Dan juga kegelapan dalam arti sebenarnya (ketika listrik mati berhari-hari). Yaitu, dengan “menghajar” habis-habisan Kepala PLN wilayah Kepulauan Bangka Belitung pada suatu masa, hingga akhirnya “KO”. Dipindahkan. Dan listrik pun menyala! Ting !!!

“Alhamdulillaaaaaaah,” seru orang di seluruh Bangka (bahkan Indonesia) jika lampu kembali menyala.

Dari kejauhan, saya bersyukur Gus Ahmadi “dipulangkan” Tuhan, dari Jawa ke Bangka. Lalu sedikit ‘curiga’ jangan-jangan Gus Ahmadi adalah seorang wali. Seperti Gus Dur. Meskipun, maqomnya tentu berbeda. Minimal wali murid.

Bisa bayangkan bagaimana Bangka, jika Ahmadi dulu lebih memilih tinggal di Jawa ketimbang tanah kelahiran?
Bangka yang sudah sepi rasanya akan semakin sunyi !!

Lalu, bagaimana bila Ahmadi sukses menduduki kursi pimpinan eksekutif Kabupaten Bangka?

Hmmm…Rasanya rumah jabatan atau rumah dinasnya, akan selalu ramai. Tak kenal waktu. Pagi sore, siang malam. (Sudah seperti nama rumah makan).

Sudah lama, kita tak menyaksikan pemandangan seperti itu di komplek Pemda. Sejak almarhum Eko Maulana Ali, berpulang (Lahu Alfatihah).

Hari-hari ini, di tengah berbagai kompleksitas masalah di tengah masyarakat, rakyat tidak hanya butuh solusi-solusi struktural, tapi juga kultural. Yang menghibur. Yang menggembirakan. Yang membesarkan semangat untuk bersama-sama kembali menjayakan Bangka.

Untuk itu, Gus Ahmadi adalah sosok yang “kawa”, “pacak”, dan layak untuk diperjuangkan, diikhtiarkan. Soal hasil, tentu saja itu domain Yang Maha Kuasa.

Wallahu a’lam.

Selamat menimbang-nimbang, elite politik dan rakyat Bangka!

Tetap semangat Gus Ahmadi, saudaraku! YAKUSA !!

Charitas, 14/6

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *