KWI Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tidak Dididik untuk Itu!

Foto: Tokoh agama Katolik, Franz Magnis Suseno

Kontroversi PP 25/2024: Ormas Keagamaan Tidak Dididik untuk Mengelola Tambang, Kata Romo Magnis

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Tokoh agama Katolik, Franz Magnis Suseno, bersama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), menolak kebijakan pemerintah terkait pemberian izin mengelola usaha tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Romo Magnis, seorang Guru Besar Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, menyatakan ketidaksetujuannya dengan tegas dalam sebuah acara di Wisma Sangha Theraviada, Jakarta Selatan, pada Sabtu (8/6/2024). Senin (10/6/2024)

“Saya dukung sikap KWI bahwa dia tidak akan melaksanakannya. Saya khawatir, orang kami tidak, kami tidak dididik untuk itu dan umat mengharapkan dari kami dalam agama bukan itu,” ujar Romo Magnis.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, tugas utama tokoh agama adalah memberikan pelayanan rohani kepada umat, bukan terlibat dalam usaha pertambangan.

Penolakan ini sejalan dengan sikap KWI, yang dinyatakan oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo. Kardinal Suharyo menegaskan bahwa KWI tidak akan mengajukan izin usaha tambang.

“Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” kata Suharyo, dikutip dari Antara pada Rabu (5/6/2024).

Kardinal Suharyo menambahkan bahwa tugas utama dari KWI adalah untuk memberikan pelayanan agama dan bukan menjalankan usaha tambang. Pernyataan ini juga didukung oleh Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut.

Marthen menjelaskan bahwa KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), dan martyria (semangat kenabian).

“KWI bersikap lebih memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan demi terwujudnya tata kehidupan bersama yang bermartabat,” imbuh Marthen.

Penolakan ini muncul setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, yang memberikan prioritas kepada ormas keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Dalam peraturan tersebut, penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas hanya selama lima tahun sejak peraturan berlaku atau sampai 30 Mei 2029.

Namun, kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Beberapa ormas keagamaan menyatakan ketidaksetujuannya, dengan alasan bahwa tugas utama mereka adalah memberikan pelayanan rohani dan sosial, bukan mengelola usaha pertambangan yang memerlukan keahlian khusus dan membawa risiko tersendiri.

Romo Magnis juga menyoroti bahwa mungkin ada niat baik di balik kebijakan pemerintah, namun implementasinya bisa menimbulkan masalah.

“Saya tidak tahu. Mungkin maksudnya baik ya tapi saya kira kalau katolik dan protestan sama saja dua-duanya menolak, gitu,” tutur Romo Magnis.

Sikap KWI dan tokoh agama Katolik ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan terkait pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas bimbingan spiritual umat, mereka lebih memilih untuk tetap fokus pada tugas-tugas keagamaan yang telah menjadi tanggung jawab utama mereka selama ini. (KBO-Babel/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *