Pengacara Bos Timah Aon: Rp300 Triliun Kerugian Korupsi Timah Dipaksakan, Ungkit Dana Jamrek

Foto: Jhohan Adhi Ferdian, Pengacara Aon

Pengacara Bos Timah Aon Mempertanyakan Nilai Kerugian Rp300 Triliun dalam Kasus Korupsi Timah

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Pengacara Jhohan Adhi Ferdian, yang mewakili Tamron alias Aon, bos timah asal Bangka yang terjerat dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung, menyoroti nilai kerugian sebesar Rp300 triliun yang dia anggap dipaksakan. Dalam pernyataannya pada Rabu (5/6/2024), Jhohan menegaskan bahwa nilai tersebut tidak masuk akal dan dipertanyakan apakah benar-benar dapat disebut sebagai kerugian negara. Kamis (6/6/2024)

Menurut Jhohan, untuk mengklasifikasikan kerugian sebagai kerugian negara, haruslah terbukti sebagai kekurangan uang, surat berharga, atau barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum.

Bacaan Lainnya

Namun, menurutnya, nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271 triliun yang dimasukkan oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) sebagai bagian dari kerugian negara dipandangnya sebagai suatu yang dipaksakan.

Kerugian Ekologis Dibantah Sebagai Konsekuensi Langsung Kasus Korupsi Timah

Jhohan menjelaskan bahwa nilai kerusakan ekologis yang ditetapkan tidaklah berdasarkan secara langsung pada kerugian akibat kasus korupsi tata niaga komoditas timah antara tahun 2015 hingga 2022.

Sebaliknya, nilai tersebut diyakini dihitung berdasarkan kerusakan ekologis Bangka Belitung saat ini, yang menurutnya sudah terjadi sejak jauh sebelum periode tersebut.

Dia menyoroti bahwa kerusakan ekologis bisa disebabkan oleh beragam faktor, termasuk aktivitas pertambangan yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, era Kolonialisme, hingga praktik illegal mining yang umum dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Bangka Belitung saat ini.

“Sangat tidak fair jika kerusakan akibat aktifitas pertambangan yang dilakukan oleh kerajaan sriwijaya dilimpahkan ke-22 tersangka ini,” keluhnya.

Oleh karena itu, menurutnya, tidak adil jika kerugian yang terjadi akibat praktik pertambangan dari zaman dahulu dilemparkan ke-22 tersangka dalam kasus ini.

Tuntutan Untuk Menghitung Dana Jamrek dan Pemegang IUP/IUPK

Selain menyoroti nilai kerugian ekologis yang dipertanyakan, Jhohan juga menekankan pentingnya menghitung nilai jaminan reklamasi yang telah dibayarkan oleh enam perusahaan smelter kepada kementerian terkait.

Dia merujuk pada Pasal 100 UU Nomor 3/2020 yang menetapkan kewajiban pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) untuk menyediakan dan menempatkan dana jaminan reklamasi atau dana Jaminan pasca tambang.

Menurut Jhohan, jika nilai kerusakan ekologis harus dimasukkan sebagai bagian dari kerugian negara, maka seharusnya ke-22 tersangka dalam kasus ini hanya bertanggung jawab terhadap kerusakan ekologis yang terjadi antara tahun 2015 hingga 2022 saja, bukan seluruh nilai kerusakan ekologis Bangka Belitung saat ini. (KBO-Babel/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *