Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Bantah Tuduhan KPK: Pengadaan LNG Adalah Keputusan Korporasi
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menuntut mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah atau yang lebih dikenal dengan Karen Agustiawan, dengan hukuman penjara selama 11 tahun. Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 30 Mei 2024. Jumat (31/5/2024)
Menurut jaksa KPK, Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina.
Putusan tersebut juga mencakup denda sebesar Rp 1 miliar, subsider enam bulan kurungan, dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1.091.280.281,81 serta 104,016.65 dolar Amerika Serikat (USD).
Karen diberikan waktu satu bulan untuk membayar uang pengganti tersebut, jika tidak, harta bendanya bisa disita dan dilelang untuk menutupi jumlah tersebut.
Jaksa KPK menyatakan bahwa Karen bersama dengan beberapa rekannya telah melanggar hukum dengan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC tanpa pedoman pengadaan yang jelas. Tindakan ini dianggap telah merugikan keuangan negara sebesar 113 juta dolar AS.
Karen Agustiawan diduga telah memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa dasar justifikasi yang memadai, analisis teknis, ekonomis, dan risiko. Karen juga diminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanpa dasar yang memadai.
Pengembangan kilang LNG ini berujung pada penjualan rugi LNG di pasar internasional karena over supply dan tidak terserap di pasar domestik. Karen diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016,65 USD. Selain itu, dia juga diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquedaction sebesar 113,839,186.60 dolar AS.
Kerugian negara yang terjadi ini telah dikonfirmasi melalui laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan instansi terkait lainnya, nomor 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Tuduhan KPK Dibantah oleh Mantan Direktur Utama Pertamina Karen
Dalam sidang yang digelar pada Kamis, 16 Mei 2024, mantan Direktur Utama Pertamina, Karen, menyangkal tuduhan yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan Liquid Natural Gas (LNG) yang dianggap sebagai aksi pribadinya. Karen bersikeras bahwa pengadaan tersebut merupakan keputusan korporasi yang disetujui oleh direksi secara kolektif kolegial.
Menurut Karen, pengadaan LNG dilakukan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres), yang menggarisbawahi pentingnya pengembangan energi gas di Indonesia. Dalam upaya untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai proses pengambilan keputusan terkait dengan pengembangan energi gas, Karen memanggil Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, sebagai saksi meringankan.
Jusuf Kalla, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), memberikan kesaksiannya dengan menyatakan kebingungannya atas penetapan Karen sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.
Menurutnya, Karen hanya menjalankan tugasnya sebagai Direktur Utama Pertamina, yang mana keputusan yang diambil merupakan bagian dari kebijakan korporasi yang tidak bisa dipandang sebagai tindakan individu.
Dalam penjelasannya kepada hakim, Jusuf Kalla menyoroti perbedaan antara tindakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan lembaga atau kementerian.
Sebagai sebuah entitas bisnis, Pertamina dihadapkan pada pilihan yang jelas: mencari keuntungan atau menanggung kerugian. Dalam konteks pengembangan kebijakan baru, kerugian menjadi hal yang tak terhindarkan.
Lebih lanjut, Jusuf Kalla menekankan bahayanya jika setiap kerugian yang dialami oleh perusahaan harus dijadikan dasar untuk memberlakukan hukuman. Hal ini bisa berdampak pada semua BUMN dan perusahaan negara lainnya, yang pada akhirnya akan merusak sistem ekonomi.
Tuduhan yang dialamatkan kepada Karen oleh KPK, menurut penjelasan dari para saksi dan pihak terkait, tampaknya menghadapi tantangan serius dalam membuktikan bahwa tindakan tersebut merupakan aksi pribadi yang bertentangan dengan kebijakan korporasi. (KBO-Babel/tim)