Persaingan Sengit di Muara Jelitik: Rebutan Pasir Laut Berharga Tinggi di Bangka
KBO-BABEL.COM (Bangka) – Bangka, sebuah pulau yang kaya akan keindahan alamnya. Namun, kekayaan yang paling menonjol bukan hanya terletak pada keindahan pantainya, tetapi juga pada harta yang tersembunyi di dasar laut yaitu pasir laut. Dengan harga yang meroket, pasir laut telah menjadi rebutan sengit di muara jelitik sungailiat Kabupaten Bangka. Selasa (28/5/2024)
Tingginya harga pasir laut tidak hanya menjadi pembicaraan di kalangan pelaku industri, tetapi juga di tingkat pemerintah. Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 82 Tahun 2021, harga pasir laut ditetapkan sebesar Rp188 ribu per meter kubik untuk pasar domestik, sementara untuk ekspor, harganya melambung hingga Rp288 ribu per meter kubik.
Kebijakan ini disambut baik oleh industri, namun juga memicu persaingan ketat di antara perusahaan-perusahaan yang ingin memanfaatkan potensi tersebut.
Presiden Joko Widodo, menyadari potensi ekonomi yang terkandung dalam pasir laut, mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang memberikan izin untuk penjualan pasir laut sebagai kompensasi atas pengerukan alur muara.
Namun, di tengah kebijakan baru ini, persaingan di muara jelitik semakin memanas. Lukman, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bangka, mengakui bahwa pasir laut telah menjadi objek yang sangat diminati oleh perusahaan-perusahaan, membuat pengerukan alur muara jelitik menjadi agenda yang sangat seksi dan diperebutkan.
“Sekarang ini pengerukan muara jelitik jadi seksi, banyak perusahaan yang ingin masuk sehingga berebut,” ungkap Lukman dengan tegas.
Meskipun HNSI Bangka memantau situasi ini, mereka memilih untuk tidak terlibat dalam persaingan bisnis tersebut. Bagi mereka, yang terpenting adalah keselamatan nelayan dan keamanan perahu mereka saat berlayar di muara.
“Terserah perusahaan mana saja, yang penting bagi kami, nelayan aman keluar masuk perahu,” tambah Lukman.
Namun, kompleksitas masalah muncul ketika PT Pulomas, yang awalnya dipercayakan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) untuk melakukan pengerukan muara, terhenti karena kehadiran perusahaan lain yang juga ingin memperoleh bagian dari pasir laut yang menggiurkan.
Ketidakpastian ini langsung berdampak pada lalu lintas perahu nelayan, dengan gundukan pasir hasil pengerukan yang kembali menutupi muara, menghambat akses mereka.
Namun, tanpa anggaran dari pemerintah untuk pengerukan alur muara jelitik ini, penjualan pasir laut menjadi satu-satunya solusi yang diizinkan sebagai kompensasi.
Meskipun Pemerintah Provinsi Babel telah memberikan izin kepada PT Pulomas untuk melanjutkan pengerukan, mereka harus tetap bermitra dengan perusahaan lain.
“Silahkan PT. Pulomas keruk, yang penting alur perahu nelayan terbuka, tapi harus bermitra dengan yang lain,” kata PJ Gubernur Babel, Safrizal. (KBO-Babel/tim)