Dugaan Korupsi Komoditas Timah: Mantan Gubernur Bangka Belitung dan Tiga Saksi Diperiksa

Foto: Erzaldi Rosman, Mantan Gubernur Babel

Kasus Korupsi Timah: Kejaksaan Agung Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung dan Tiga Saksi Lainnya

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menggali kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk antara tahun 2015 hingga 2022. Dalam pengembangan terbaru, empat saksi, termasuk mantan Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan, dipanggil untuk memberikan keterangan terkait kasus ini. Selasa (28/5/2024)

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan dilakukan pada hari Senin (27/5/2024). Salah satu saksi yang diperiksa adalah Erzaldi Rosman Djohan, yang menjabat sebagai gubernur Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2017 hingga 2022.

Bacaan Lainnya

Selain Erzaldi, tiga tersangka lainnya yang dijadwalkan sebagai saksi adalah HT, Direktur CV Maria Kita; PSP, Wakil Direktur CV Mineral Jaya Utama, dan HS, Direktur CV Jaya Mandiri. Mereka semua merupakan mitra Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) PT Timah Tbk.

Menurut Ketut, keempat saksi tersebut diminta memberikan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Tamron alias Aon (TN), yang merupakan beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memperkuat alat bukti dan melengkapi berkas perkara yang sedang berlangsung.

Kasus ini bermula ketika Kejaksaan Agung menetapkan total 21 tersangka, termasuk Tamron, Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi yang merupakan perpanjangan tangan PT RBT, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), dan Helena Lim, yang dikenal sebagai salah satu crazy rich di Pantai Indah Kapuk (PIK).

Para tersangka diduga terlibat dalam mengakomodir kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Berdasarkan perhitungan ahli lingkungan dari IPB, Bambang Hero Saharjo, diperkirakan nilai kerugian akibat kerusakan lingkungan dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun. Meskipun demikian, kerugian keuangan negara masih dalam proses perhitungan.

Kasus ini menyoroti seriusnya masalah korupsi dalam industri pertambangan Indonesia, yang tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga merusak lingkungan. Kejaksaan Agung terus melakukan penyelidikan dan pemeriksaan untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam praktik korupsi ini.

Kasus ini juga menunjukkan pentingnya kerja sama antara lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah dalam memerangi korupsi dan melindungi sumber daya alam yang berharga bagi negara.

Masyarakat pun diharapkan turut mengawasi dan melaporkan setiap tindakan korupsi yang terjadi untuk menciptakan tatanan yang lebih bersih dan adil bagi semua pihak.

Kasus ini memunculkan keprihatinan serius terhadap integritas industri pertambangan Indonesia dan menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang kuat untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

Semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat, harus bekerja sama untuk menegakkan supremasi hukum dan memastikan keadilan bagi semua. (KBO-Babel/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *