Absennya Hendry Lie dalam Pemanggilan Kejaksaan Agung: Mengungkap Sorotan Kasus Industri Timah

Pengumuman ini dilakukan oleh Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS), yang telah melakukan panggilan terhadap 14 orang saksi terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022. Namun, kegagalan seorang saksi, Sdr. HL, untuk memenuhi panggilan tersebut menambah kompleksitas penyelidikan ini, meninggalkan satu pertanyaan besar tentang keterlibatannya dalam skema ini. Peningkatan status lima orang saksi menjadi tersangka menyoroti kedalaman dan keparahan kasus ini. Dari HL, yang merupakan Beneficiary Owner PT TIN, hingga FL, Marketing PT TIN, dan para pejabat pemerintahan, termasuk SW, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, BN, yang menggantikannya, dan AS, yang mengambil alih jabatan dari BN. Mereka semua diduga terlibat dalam serangkaian tindakan korupsi yang merugikan negara.
Foto : Tersangak baru Hendri Lie (HL) saat digiring oleh tim penyidik Jampidsus ke rutan Salemba

Hendry Lie Tak Hadiri Pemanggilan Penyidik Kejaksaan Agung

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, mengungkapkan bahwa pemilik manfaat PT Tinindo Internusa (TIN), Hendry Lie, telah dua kali dijadwalkan untuk diperiksa oleh pihak berwenang. Namun, Lie absen dalam kedua panggilan tersebut. Febrie menegaskan bahwa pihaknya akan menentukan langkah selanjutnya sesuai dengan kebijakan yang berlaku apabila Lie terus menghindari pemanggilan tersebut. Sabtu (25/5/2024)

Kasus yang menjerat Hendry Lie dan adiknya, Fandy Lingga, terkait dengan dugaan pelanggaran hukum dalam industri timah. Kejaksaan Agung telah menetapkan keduanya sebagai tersangka pada akhir April 2024.

Bacaan Lainnya

Hendry Lie, yang dikenal sebagai pemilik maskapai PT Sriwijaya Air, memiliki keterkaitan dengan PT Tinindo Internusa (TIN) sebagai beneficiary owner, sedangkan adiknya, Fandy Lingga, bertugas sebagai Marketing di perusahaan tersebut.

Ketua Tim Penyidik Kejaksaan Agung, Kuntadi, membenarkan bahwa Hendry Lie telah dipanggil untuk dimintai keterangan pada tanggal 29 Februari 2024.

Lie, seorang pendiri dari maskapai penerbangan PT Sriwijaya Air, telah menjalani proses pemeriksaan terkait kasus tersebut. Dengan demikian, Lie menjadi salah satu figur yang tengah diperiksa dalam konteks kasus yang melibatkan industri timah.

PT Sriwijaya Air sendiri didirikan pada tahun 2002 oleh Chandra Lie, Hendry Lie Johannes Bunjamin, dan Andy Halim. Hendry Lie adalah kakak dari Chandra Lie, sementara Andy Halim dan Fandy Lingga adalah adik-adiknya.

Namun, keterlibatan Hendry Lie dalam industri timah melalui PT Tinindo Internusa (TIN) menyoroti aspek lain dari bisnisnya yang tengah disorot oleh pihak berwenang.

Selain kasus yang melibatkan Hendry Lie dan Fandy Lingga, Kejaksaan Agung juga menetapkan beberapa nama lain sebagai tersangka dalam kasus pencucian uang.

Di antara mereka adalah Tamron alias Aon dan Suwito Gunawan alias Awi, dua pengusaha timah asal Bangka Belitung. Mereka dijerat dengan tuduhan Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU), yang merupakan tindak pidana lanjutan dari tindak pidana asal.

Dalam konteks hukum, pencucian uang dipahami sebagai upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kegiatan ilegal atau tindak pidana.

Proses pencucian uang melibatkan serangkaian tahapan, seperti placement, layering, dan integration, dengan tujuan untuk membuat asal usul harta kekayaan tersebut sulit ditelusuri.

Di Indonesia, hukum yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dalam UU ini, Pasal 3 dan Pasal 4 memainkan peran penting, tetapi ada perbedaan penting dalam bagaimana keduanya berlaku.

Pasal 3 UU TPPU menyebutkan bahwa siapa pun yang terlibat dalam melakukan tindakan tertentu terhadap uang hasil kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan darinya, akan dihukum. Ini berarti jika seseorang melakukan hal-hal seperti memasukkan uang hasil kejahatan ke dalam rekening bank dengan nama palsu, mereka dapat dihukum di bawah Pasal 3.

Sementara itu, Pasal 4 lebih berfokus pada orang-orang yang sengaja menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, atau kepemilikan uang hasil kejahatan, tanpa perlu melakukan tindakan transfer atau penempatan uang secara langsung. Ini bisa berarti menyimpan uang secara rahasia atau menggunakan cara-cara yang kompleks untuk menyembunyikan asal-usul uang tersebut.

Perbedaan penting antara Pasal 3 dan Pasal 4 adalah bahwa Pasal 3 berkaitan dengan tindakan nyata untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang, seperti melakukan transfer atau penempatan uang, sementara Pasal 4 lebih fokus pada upaya untuk menyembunyikan asal-usul uang tanpa perlu melibatkan tindakan seperti itu.

Keberadaan Hendry Lie dalam lingkaran kasus pencucian uang menjadi sorotan tersendiri mengingat posisinya sebagai salah satu pengusaha terkemuka di Indonesia.

Kasus ini juga menambah daftar nama-nama yang terlibat dalam upaya pencucian uang di sektor industri timah, yang telah menjadi perhatian pemerintah dalam upaya memberantas praktik ilegal dan tindak pidana terkait kekayaan negara.

Pemanggilan yang diabaikan oleh Lie juga menimbulkan pertanyaan tentang keterlibatannya dalam kasus tersebut. Apakah Lie memiliki alasan tertentu untuk tidak hadir, ataukah ada hal-hal yang ingin disembunyikan? Ini menjadi bagian dari proses penyelidikan yang akan dilakukan oleh pihak berwenang dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia. (KBO-Babel/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *