Tuduhan Korupsi Dibalik Kerugian Besar Pertamina: JK Beri Pembelaan di Persidangan

Foto: Jusuf Kalla, Mantan Wakil Presiden Indonesia

Wakil Presiden JK Membela Pertamina di Sidang Tipikor: Tidak Semua Kerugian Harus Dihukum

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Suara tepuk tangan memenuhi ruang sidang Kusumahatmaja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, ketika Wakil Presiden RI Ke-10 dan 12, JK, menjadi saksi meringankan bagi terdakwa Eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, pada Kamis (16/5/2024). Namun, tepuk tangan itu terhenti dengan teguran tegas dari Majelis Hakim yang meminta agar ruang sidang dihormati sebagai tempat mendengarkan fakta. Sabtu (18/5/2024)

Dalam kesaksiannya, JK mengemukakan pandangannya tentang kerugian sebagai risiko bisnis yang tak dapat dihindari oleh perusahaan BUMN seperti Pertamina.

Bacaan Lainnya

“Kalau suatu langkah bisnis, cuma dua kemungkinan dia untung atau rugi,” tegas JK, sambil menjelaskan bahwa jika semua perusahaan yang mengalami kerugian harus dihukum, hal tersebut akan mengancam stabilitas sistem ekonomi negara.

Majelis Hakim menegur keras tepuk tangan yang mengiringi pernyataan JK, menyatakan bahwa ruang sidang adalah tempat untuk mendengarkan fakta, bukan tempat untuk ekspresi seperti tepuk tangan.

“Tolong ya penonton tidak ada yang tepuk tangan di sini ya, karena di sini bukan menonton ya, kita mendengar fakta di sini ya, tolong jangan tepuk tangan dalam persidangan,” tegur Hakim dengan tegas.

Namun demikian, JK terus menjelaskan posisinya bahwa BUMN, seperti Pertamina, beroperasi dalam lingkungan bisnis yang penuh risiko dan terkadang tak terhindarkan. Dia menekankan bahwa perusahaan BUMN bukanlah entitas yang dapat dihukum secara sepihak karena mengalami kerugian dalam bisnisnya.

“Rugi dua tahun langsung dihukum, itu sangat berbahaya, kemudian tidak ada orang mau berinovasi apabila itu terjadi,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

JK juga memaparkan konteks kerugian yang dialami Pertamina selama masa pandemi Covid-19, di mana permintaan energi menurun drastis akibat pembatasan aktivitas manusia.

“Masalah Covid misalnya, siapapun Dirut Pertamina, siapapun dirut perusahaan karya pasti rugi pada waktu itu,” jelasnya, menjelaskan bahwa kondisi eksternal seperti pandemi memiliki dampak besar terhadap kinerja bisnis perusahaan.

Dalam kasus yang sedang disidangkan, Karen Agustiawan didakwa melakukan tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian besar bagi Pertamina.

Jaksa menyebut bahwa keputusan Karen untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL LLC tanpa dasar yang jelas telah menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan.

Namun, JK mempertanyakan keadilan dalam menilai tindakan tersebut, mengingat konteks bisnis yang penuh risiko dan kondisi eksternal yang tidak terduga.

Menurut jaksa, pengembangan kilang LNG yang dilakukan oleh Karen tidak didukung oleh dasar justifikasi yang jelas. Izin prinsip untuk proyek ini diberikan tanpa analisis teknis dan ekonomis yang memadai, serta tanpa perhitungan risiko yang teliti.

Keputusan tersebut kemudian menghadapi konsekuensi serius, di mana semua kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik. Hal ini mengakibatkan oversupply dan penjualan LNG dengan kerugian di pasar internasional.

Dugaan penyelewengan ini semakin menguat dengan fakta bahwa Karen tidak meminta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum melakukan langkah-langkah bisnis tersebut.

Dalam hasil pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan instansi terkait lainnya, terungkap bahwa Karen diduga telah memperkaya diri sendiri dengan jumlah yang signifikan, baik dalam rupiah maupun dalam mata uang dollar AS.

Karen diduga telah memperkaya diri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dalam mata uang rupiah, serta 104,016,65 dollar AS. Selain itu, ia juga diduga turut memperkaya perusahaan Corpus Christi Liquedaction sebesar 113,839,186.60 dollar AS. Total kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindakan Karen mencapai 113,839,186.60 dollar AS, menurut laporan BPK RI dan instansi terkait lainnya.

Karen Agustiawan saat ini menghadapi tuduhan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (KBO-Babel/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *