Tak Ada Korban Selamat, dr Sumy Hastry Purwanti Ungkap yang Sebenarnya Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182: Dead Body Can Talk
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Duka yang mendalam masih menyelimuti masyarakat Indonesia sejak kabar tragis jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari 2021. Pesawat tersebut mengalami kecelakaan maut di perairan Laut Jawa, dekat Kepulauan Seribu, Jakarta. Kecelakaan tersebut menewaskan semua 62 orang di dalamnya, tanpa ada yang selamat. Rabu (15/5/2024)
Salah satu tokoh yang terlibat dalam mengungkap kebenaran di balik kecelakaan tersebut adalah seorang ahli forensik bernama dr. Sumy Hastry Purwanti. Sebagai anggota tim Disaster Victim Identification (DVI), dr. Sumy bersama timnya bertanggung jawab dalam mengidentifikasi korban dan merekonstruksi peristiwa tragis ini.
Dalam wawancara melalui kanal YouTube Denny Darko, dr. Sumy membawa penonton masuk ke dalam ruang autopsi tempat proses post-mortem korban dilakukan. Ia menjelaskan secara rinci bagaimana proses identifikasi korban dan pengumpulan data ante mortem serta post mortem dilakukan.
Menurut dr. Sumy, tim DVI melalui empat fase operasi. Fase pertama adalah di lokasi kejadian, diikuti dengan fase post-mortem di laboratorium, fase ante-mortem di rumah sakit, dan fase rekonsiliasi data. Dalam setiap fase, tim bekerja keras untuk memastikan setiap potongan tubuh korban diidentifikasi dengan benar.
Meskipun tubuh korban ditemukan dalam keadaan hancur berantakan, dr. Sumy dan timnya tetap berusaha melakukan identifikasi secara cermat. Mereka menemukan berbagai potongan tubuh yang terpisah dan harus mencocokkannya kembali dengan tubuh korban menggunakan data dari tim ante-mortem.
Dalam penggalan wawancara, dr. Sumy menjelaskan bahwa kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ini berbeda dengan kecelakaan pesawat lainnya. Pesawat ini mengalami kehancuran yang sangat parah karena kecepatan tinggi saat jatuh dan benturan dengan air. Benturan tersebut mengakibatkan pesawat dan tubuh korban hancur berkeping-keping.
Saat ditanya tentang adanya luka bakar pada tubuh korban, dr. Sumy menyatakan bahwa belum ditemukan tanda-tanda luka bakar. Hal ini membantah spekulasi sebelumnya yang mengatakan pesawat mungkin meledak sebelum jatuh.
Dengan tegas, dr. Sumy menyatakan bahwa “dead body can talk”, artinya kondisi tubuh korban bisa memberikan petunjuk kepada tim penyelidik tentang penyebab kecelakaan.
Ketelitian dan ketegasan dr. Sumy Hastry Purwanti dalam menjelaskan proses identifikasi korban dan keadaan tubuh mereka memberikan gambaran yang jelas tentang betapa kompleksnya tugas tim DVI dalam menghadapi tragedi semacam ini.
Meskipun duka yang mendalam menyelimuti keluarga korban dan masyarakat Indonesia, upaya-upaya untuk memahami penyebab kecelakaan dan mengidentifikasi korban tetap menjadi prioritas utama bagi para ahli forensik seperti dr. Sumy dan timnya.
Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia untuk merenungkan kembali pentingnya keselamatan penerbangan dan kesiapan dalam menghadapi bencana. Semoga dari kesedihan yang mendalam ini, kita dapat mengambil pelajaran berharga untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan. (KBO-Babel/tim)