Kapal Osman 7 Berpotensi Timbulkan Ketegangan di Perairan Jelitik: Nelayan Siap Kawal Kedaulatan Wilayah Bersama PT Pulomas Sentosa
KBO-BABEL.COM (Bangka) – Perairan Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka – Kabar tentang kedatangan Kapal Osman 7 telah mengguncang ketenangan nelayan di sekitar Sungailiat dan pulau-pulau sekitarnya. Beredar kabar bahwa kapal tersebut, yang disebut berasal dari PT Naga Laut Sumatera, berencana untuk melakukan kegiatan pengerukan pasir di wilayah sekitar alur muara Air Kantung, Jelitik. Sabtu (4/4/2024)
Informasi dari jejaring media KBO Babel dari berbagai narasumber dan jejak media di lapangan menunjukkan bahwa Kapal Osman 7 telah berlayar dari perairan Pulau Batam pada tanggal 1 Mei 2024 lalu. Rencananya, kapal ini akan menjalankan operasi pengerukan pasir di sekitar wilayah kerja PT Pulomas Sentosa atau tepat di alur muara Air Kantung, Jelitik.
Namun, kegiatan ini menuai kekhawatiran dan kecaman dari berbagai pihak, terutama dari Forum Masyarakat Nelayan Pesisir & Sekitarnya (Formanpis) Kabupaten Bangka. Wakil ketua Formanpis, Heri, menegaskan bahwa kehadiran Kapal Osman 7 dapat menimbulkan polemik di kalangan nelayan Sungailiat dan sekitarnya.
“Saat ini nelayan tidak mau lagi diarahkan, wahai para nelayan, mari kita kawal perusahaan PT Pulomas Sentosa yang telah mendapat izin untuk melakukan kegiatan normalisasi alur muara Air Kantung, Jelitik. Mari kita hindari provokasi dan pertikaian yang tidak perlu,” ungkap Heri dengan tegas.
Heri juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah daerah dan pihak terkait yang telah berupaya untuk memulihkan kondisi alur muara Air Kantung. Namun, ia menegaskan bahwa Formanpis akan tetap berada di garis terdepan untuk memastikan tidak ada aktivitas ilegal yang merugikan masyarakat nelayan di wilayah tersebut.
Terkait kabar ini, pihak PT Naga Laut Sumatera, melalui perwakilannya, Santo, mengonfirmasi bahwa kapal tersebut memang berencana untuk melakukan kegiatan pengerukan pasir di wilayah perairan Jelitik. Meskipun tidak secara langsung menyebutkan bahwa kegiatan tersebut terkait dengan pendalaman alur muara Jelitik, Santo tidak menyangkal bahwa hal tersebut merupakan bagian dari rencana operasional kapal.
Pernyataan Santo ini tentu menambah ketegangan di antara pihak nelayan dan perusahaan yang terlibat. Sebagian nelayan Sungailiat khawatir bahwa kegiatan pengerukan pasir ini akan merusak lingkungan dan sumber daya perikanan di wilayah tersebut.
Menanggapi hal ini, Heri dan Formanpis meminta klarifikasi dari pihak berwenang terkait izin yang diberikan kepada PT Naga Laut Sumatera untuk melakukan kegiatan tersebut. Mereka menegaskan bahwa nelayan setempat telah memastikan bahwa hanya PT Pulomas Sentosa yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan di wilayah tersebut.
“Saya menghimbau kepada semua pihak terkait untuk bertanggung jawab dan transparan dalam mengelola sumber daya alam kita. Jika ada pihak yang melakukan kegiatan tanpa izin yang sesuai, kami siap untuk melawan,” tegas Heri.
Sementara itu, pihak PT Pulomas Sentosa menegaskan bahwa mereka akan terus melanjutkan kegiatan normalisasi alur muara Air Kantung sesuai dengan izin yang mereka miliki. Mereka juga menawarkan kerjasama kepada nelayan setempat untuk memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan di wilayah tersebut.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kami akan menjalankan kegiatan kami sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kami siap untuk berkolaborasi dengan masyarakat setempat demi kebaikan bersama,” ujar juru bicara PT Pulomas Sentosa.
Namun, sikap tegas nelayan dan kekhawatiran akan dampak lingkungan dari kegiatan pengerukan pasir ini tetap menjadi sorotan utama. Mereka bersikeras bahwa keberadaan Kapal Osman 7 harus dipertanyakan dan dipastikan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Dengan situasi yang semakin memanas, terlihat bahwa konflik antara kepentingan ekonomi dan lingkungan semakin menegang di perairan Jelitik. Bagaimanapun juga, keberlanjutan sumber daya alam dan kehidupan nelayan harus diutamakan dalam setiap kebijakan dan operasi yang dilakukan di wilayah tersebut.
Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan untuk bertindak sebagai mediator yang adil dan mengedepankan kepentingan seluruh stakeholder. Keterbukaan, transparansi, dan partisipasi aktif dari masyarakat lokal akan menjadi kunci untuk menemukan solusi yang berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ini.
Sementara itu, nelayan Sungailiat dan sekitarnya bersiap untuk menjaga kedaulatan wilayah mereka dengan segala cara yang diperlukan. Mereka tidak akan tinggal diam menghadapi ancaman terhadap sumber daya alam dan mata pencaharian mereka. (KBO Babel)