Kenaikan Harga Timah Global Dorong Saham TINS Melonjak 10%, Tertinggi dalam Sesi II
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Saham PT Timah Tbk (TINS) melesat pada perdagangan sesi II Selasa (16/4/2024), menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 10%. Kenaikan tersebut dipicu oleh naiknya harga timah global yang menjadi penyemangat bagi investor. Pada pukul 15:40 WIB, saham TINS mencapai posisi Rp 990 per saham, bergerak di kisaran harga Rp 900 hingga Rp 1.005 per saham. Transaksi saham TINS pada sesi II mencapai 13.937 kali dengan volume transaksi mencapai 141,14 juta lembar saham dan nilai transaksi mencapai Rp 137,04 miliar. Kapitalisasi pasar TINS saat ini mencapai Rp 7,37 triliun. Rabu (17/4/2024)
Dari data orderbook, terlihat bahwa pada order bid atau beli, harga Rp 985 per saham menjadi yang paling banyak antrean belinya, mencapai 23.159 lot atau sekitar Rp 2,3 miliar.
Sedangkan di order offer atau jual, posisi harga Rp 1.000 per saham menjadi yang paling banyak antrean jualnya, yakni sebanyak 32.786 lot atau sekitar Rp 3,3 miliar.
Peningkatan harga saham TINS terjadi seiring dengan lonjakan harga timah global. Berdasarkan laporan dari Financial Times, kontrak berjangka aluminium, nikel, dan tembaga mengalami kenaikan signifikan sebagai respons terhadap larangan perdagangan pasokan baru logam industri penting dari Rusia di dua bursa terbesar di dunia, yaitu London Metal Exchange (LME) dan Chicago Mercantile Exchange (CME).
Aluminium, yang digunakan dalam berbagai industri mulai dari pembuatan kaleng hingga konstruksi bangunan, melonjak sebanyak 9,4%, menjadi kenaikan intraday terbesar sejak kontrak tersebut diluncurkan 37 tahun yang lalu. Meskipun keuntungannya terpangkas menjadi 2,8% ke US$ 2.562 per ton, namun kenaikan tersebut mencerminkan ketegangan di pasar logam global.
Nikel, yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik dan pembuatan baja, juga mengalami kenaikan harga sebesar 1,5%, sementara tembaga, logam ketiga yang tercakup dalam larangan perdagangan baru tersebut, bertambah 1,6% menjadi US$ 9.604 per ton, mencapai level tertinggi dalam 22 bulan.
Rusia, sebagai produsen utama ketiga dari ketiga logam tersebut, menyumbang sekitar 6% total produksi aluminium dunia, 4% tembaga, dan 11% logam nikel dengan kemurnian tinggi.
Dengan adanya larangan perdagangan baru dari Inggris dan Amerika Serikat, pasar logam global sedang beradaptasi dengan penurunan stok pasokan dari Rusia.
Di sisi lain, meskipun Indonesia menjadi produsen timah nomor dua setelah China dengan 90% produksinya berasal dari Bangka Belitung, kasus korupsi tata niaga timah yang menimpa beberapa produsen di Tanah Air tidak memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap pasar global, bahkan saham TINS berhasil melejit karena keterbatasan pasokan.
Dalam konteks ini, penting untuk memperhatikan bahwa harga timah di LME juga mendekati level tertinggi dalam dua tahun seiring dengan penurunan stok di bursa dan ancaman lain terhadap rantai pasokan global.
Aluminium menjadi perhatian khusus karena lebih dari 90% persediaannya berasal dari Rusia, menyebabkan kekhawatiran bahwa harga mungkin tidak mencerminkan kondisi pasar yang sebenarnya.
Dengan demikian, kenaikan harga saham TINS sejalan dengan dinamika pasar global logam, terutama timah, aluminium, nikel, dan tembaga. Investor di pasar saham melihat potensi pertumbuhan dari lonjakan harga timah global dan keterbatasan pasokan, yang mendorong kenaikan harga saham TINS.
Namun, perlu diingat bahwa pasar logam sangat sensitif terhadap perubahan regulasi dan pasokan global, sehingga pergerakan harga saham TINS juga akan dipengaruhi oleh dinamika tersebut. (Sumber: CNBC Indonesia, Editor: KBO-Babel)