Skandal Korupsi Terbesar: RBS Diduga Tersangka Utama di Balik Kasus Rp 271 Triliun yang Melibatkan Harvey Moeis

Foto: Harvey Tersangka Ke-16 dalam Skandal Korupsi Komoditas Timah

Skandal Korupsi Terbesar: RBS Diduga Tersangka Utama di Balik Kasus Rp 271 Triliun, Peran dan Sumber Kekayaan Harvey Moeis

KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Kasus mega korupsi yang mengguncang negeri semakin mengemuka dengan adanya keberanian Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) untuk mengambil tindakan hukum. Dalam upaya memberantas korupsi yang merugikan negara hingga mencapai Rp 271 triliun, MAKI telah mengajukan somasi kepada Kejaksaan Agung. Selasa (2/4/2024)

Kabar terbaru menyebutkan bahwa tersangka utama dalam kasus ini berinisial RBS, yang diduga sebagai otak di balik dugaan korupsi tersebut, telah melarikan diri ke luar negeri.

Bacaan Lainnya

Kehadirannya menjadi kunci dalam mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi, dan Helena Lim, yang juga dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk.

Meskipun Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka, termasuk mantan pejabat PT Timah, sebagai bagian dari jaringan korupsi ini, namun belum berhasil menangkap sosok RBS.

Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil, menduga bahwa tersangka yang telah ditangkap hanyalah operator lapangan semata.

Sementara itu, rencana MAKI untuk mengajukan gugatan praperadilan menjadi langkah lanjutan dalam upaya mereka untuk memperjuangkan keadilan.

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, menegaskan bahwa mereka akan mengambil langkah hukum tersebut jika somasi mereka tidak mendapat respons yang memadai dari Kejaksaan Agung.

Praperadilan direncanakan akan didaftarkan pada bulan April ini, jika Kejaksaan Agung masih belum mampu menetapkan RBS sebagai tersangka utama dalam kasus ini. Namun, hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum memberikan tanggapan resmi terkait hal ini.

Kasus korupsi ini telah menimbulkan kehebohan dan kecaman dari masyarakat. Dengan nilai kerugian yang mencapai triliunan rupiah, kasus ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.

RBS Diduga Penerima Manfaat dan DPO

Dalam sebuah somasi terbuka yang dilayangkan oleh MAKI, RBS diduga menjadi penerima manfaat atau official benefit yang sesungguhnya dalam serangkaian kasus korupsi. MAKI menyatakan bahwa RBS diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Menurut pernyataan dari MAKI, RBS disebut-sebut memerintahkan Harvey Moeis dan Helena Lim untuk melakukan manipulasi terhadap uang hasil korupsi dengan menggunakan modus Corporate Social Responsibility (CSR).

Selain itu, RBS juga disebut-sebut sebagai penerima manfaat dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penambangan timah ilegal, yang mana hal ini menyebabkan kerugian besar bagi negara.

“RBS adalah terduga official benefit dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah ilegal sehingga semestinya RBS dijerat dengan ketentuan tindak pidana pencucian uang guna merampas seluruh hartanya,” ujar Boyamin, juru bicara dari MAKI.

Boyamin juga menyatakan bahwa saat ini RBS diduga telah kabur ke luar negeri, sehingga penetapan sebagai tersangka menjadi sangat penting. Penetapan ini akan memungkinkan penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) serta Red Notice Interpol untuk penangkapan RBS oleh Polisi Internasional.

Ahli Hukum Mencurigai Adanya ‘Beking’ 

Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, memunculkan keraguan serius terhadap integritas pengawasan negara terhadap praktik penambangan liar yang merajalela.

Dalam wawancara eksklusif dengan program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Yenti menggambarkan kegiatan ilegal ini sebagai fenomena yang tidak mungkin berlangsung tanpa “beking” dari pihak berwenang.

Menurut Yenti, sulit dipercaya bahwa kegiatan yang begitu terang-terangan dan melibatkan banyak orang dapat terus berlangsung tanpa gangguan selama bertahun-tahun.

“Siapa yang melindungi? Pasti ada orang-orang kuat yang melindungi, siapa ini juga belum terungkap dan harus terungkap,” tegasnya.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah sejauh mana negara melakukan pengawasan terhadap praktik-praktik ilegal semacam ini. Yenti menduga adanya kongkalikong antara para penambang liar dengan pihak yang seharusnya bertindak sebagai pengawas. ”

Apakah memang sistem negara ini sudah tidak ada pengawasannya? Ataukah pengawas-pengawas itu malah justru kongkalikong supaya orang-orang yang ketahuan curang ini?” ujarnya.

Keprihatinan Yenti tidak hanya terfokus pada penambang liar biasa, tetapi juga menyoroti keterlibatan perusahaan besar seperti PT Timah Tbk, yang merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kerugian negara mencapai ratusan triliun akibat praktik penambangan ilegal yang dilakukan oleh PT Timah Tbk, menunjukkan kelemahan yang mendalam dalam sistem pengawasan negara.

Dalam upaya untuk membongkar kasus semacam ini, Yenti mendorong Kejaksaan Agung untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan negara.

Dia juga menekankan pentingnya menyelidiki perusahaan-perusahaan boneka atau cangkang yang digunakan dalam kegiatan ilegal ini. “Apa pun modusnya harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung. PT yang cangkang-cangkang ini kan, ini pasti ada pemalsuan ya kan,” ujarnya.

Dengan adanya keprihatinan yang mendalam dari seorang ahli hukum seperti Yenti Garnasih, terungkapnya skandal penambangan liar ini dapat membuka mata pemerintah untuk melakukan perbaikan yang mendalam dalam sistem pengawasan negara, serta menegakkan hukum secara adil dan tegas terhadap pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik ilegal ini.

Peran dan Sumber Kekayaan Harvey Moeis

Seiring dengan berjalannya penyelidikan yang mendalam, peran Harvey Moeis sebagai pengakomodasi dalam jaringan penambangan ilegal tersebut mulai terungkap.

Menurut laporan yang dihimpun, Harvey Moeis diduga telah menjadi bagian penting dalam mengakomodasi perpanjangan tangan PT RBT untuk kegiatan penambangan timah ilegal.

Periode krusial terjadi pada tahun 2018-2019, di mana Harvey bertindak sebagai perwakilan PT RBT, menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), yang dikenal dengan Riza, sebagai Direktur Utama PT Timah Tbk pada periode 2016-2021.

Pertemuan antara Harvey dan Riza tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Mereka sepakat untuk bekerja sama dalam kegiatan penambangan ilegal yang berkedok sewa-menyewa peralatan pemroses timah.

Upaya ini tidak berdiri sendiri, karena Harvey juga aktif menghubungi sejumlah perusahaan pengolahan timah (smelter) untuk ikut serta dalam menyokong keuntungan dari aktivitas penambangan ilegal tersebut, mengklaimnya sebagai dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Dana tersebut kemudian dikirim melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE), yang mana manajernya, Helena Lim, juga telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Sementara itu, sumber kekayaan Harvey Moeis sebagian besar berasal dari bisnis batu bara. Dilansir dari Kompas.com, dia dikenal memiliki tambang batu bara di Bangka Belitung, yang juga merupakan kampung halaman dari istrinya, Sandra Dewi.

PT Multi Harapan Utama merupakan salah satu bisnis Harvey di sektor batu bara, di mana dia menjabat sebagai Presiden Komisaris. Namun, sumber kekayaan Harvey tidak terbatas hanya pada satu perusahaan. Dia juga memiliki saham di lima perusahaan batu bara lainnya, yaitu PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Tinindo Inter Nusa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.

Kekayaannya yang melimpah terlihat dari aset-asetnya, mulai dari rumah mewah, mobil mewah, hingga jet pribadi. Meski begitu, Harvey dan istrinya jarang memamerkan kemewahan tersebut.

Kasus ini menyoroti kompleksitas industri tambang di Indonesia, terutama dalam hal pengawasan terhadap kegiatan ilegal. Implikasi dari kasus ini juga tidak terbatas pada individu-individu yang terlibat langsung, melainkan juga mempertanyakan kepatuhan perusahaan-perusahaan terhadap aturan hukum dan tanggung jawab sosialnya.

Pemerintah dan pihak berwenang diharapkan dapat mengambil tindakan tegas untuk menegakkan hukum dan menjaga keadilan bagi masyarakat serta lingkungan. Dengan demikian, langkah-langkah pencegahan terhadap praktik ilegal dalam industri tambang dapat lebih efektif dilaksanakan, sehingga keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga dengan baik. (Sumber: Wartakota, Editor: KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *