Kejagung Jelaskan soal Sita Keping Emas 1 Kg, Rp 101 M dan Mobil Mewah di Kasus Korupsi Timah
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menggulirkan sorotan tajamnya terhadap dugaan korupsi yang terjadi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk pada periode 2015-2022. Dalam serangkaian penyelidikan dan penggeledahan yang intensif, Kejagung telah menyita sejumlah bukti nyata dari pelaku korupsi, termasuk puluhan keping emas seberat 1.062 gram, setara dengan sekitar 1 kg, dan uang tunai senilai Rp 101 miliar. Selasa (2/4/2024).
Penyitaan ini menjadi titik terang dalam pengungkapan jejak uang dalam kasus yang melibatkan sejumlah tersangka, termasuk perwakilan dari berbagai perusahaan terkait.
Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, menjelaskan bahwa hasil penggeledahan yang dilakukan pada Desember 2023 membuka tabir dari transaksi korupsi yang terjadi dalam berbagai mata uang, termasuk dolar Amerika dan Singapura.
Penyitaan bukan hanya terbatas pada uang tunai dan keping emas, tetapi juga melibatkan barang bukti elektronik dan dokumen-dokumen yang dianggap sebagai bukti kuat terkait kejahatan dan/atau hasil kejahatan tersebut.
Langkah ini menunjukkan ketegasan Kejagung dalam memberantas korupsi di sektor pertambangan, sebuah langkah yang diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Kasus ini juga mengungkap fakta mengejutkan bahwa praktik korupsi tidak terbatas pada lingkup perusahaan-perusahaan tambang, tetapi juga melibatkan jaringan yang lebih luas, termasuk hubungan dengan pihak-pihak di luar perusahaan tersebut. Salah satu contohnya adalah peran Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan dari PT RBT, dalam menghubungi sejumlah smelter atau bisnis peleburan timah yang terlibat dalam kasus ini.
Selain Harvey, Kejagung juga menjerat Helena Lim sebagai tersangka sebelumnya. Penyelidikan mendalam mengungkap benang merah yang menghubungkan keterlibatan keduanya dalam praktik korupsi tersebut.
Diduga bahwa Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan keuntungan yang dihasilkan dari praktik ilegal tersebut, yang kemudian dikelola seolah-olah menjadi dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena.
“Keuntungan yang disisihkan diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN,” ungkap Kuntadi, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung.
Dengan begitu, keterlibatan Harvey dan Helena dalam praktik korupsi ini menjadi sorotan yang semakin tajam.
Langkah-langkah penegakan hukum yang diambil oleh Kejagung tidak hanya bertujuan untuk menindak para pelaku korupsi secara individu, tetapi juga untuk mengurai jaringan dan modus operandi yang mereka gunakan, sehingga dapat mencegah praktik korupsi serupa di masa depan.
Sementara itu, proses penyidikan dan penggeledahan sudah berlanjut pada Senin 1 April 2024 di rumah rumah Harvey Moeis, yang merupakan tersangka terbaru dalam kasus ini. Hasil dari penggeledahan tersebut Kejagung berhasil menyita mobil mewah Rolls Royce dan MINI Cooper serta barang lainnya masih belum diungkapkan secara detail oleh pihak Kejagung.
Dengan demikian, jejak uang dan benang merah korupsi dalam kasus ini semakin terungkap secara menyeluruh.
Kejagung terus mengambil langkah-langkah tegas dan intensif untuk membawa para pelaku korupsi di sektor pertambangan ini ke hadapan keadilan, sebagai upaya untuk membersihkan dan menjaga integritas sektor yang begitu vital bagi kemajuan ekonomi negara. (KBO Babel)