Lulusan Perguruan Tinggi Penyumbang Terbesar Pengangguran di Bangka Belitung

Foto: Ilustrasi Pengangguran

Perguruan Tinggi: Tantangan Utama dalam Pengurangan Pengangguran di Bangka Belitung

KBO-BABEL.COM (Bangka) – Perguruan tinggi di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menjadi fokus perhatian baru setelah menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi di wilayah tersebut. Masalah ini memunculkan keprihatinan karena banyak lulusan yang tidak terserap di pasar tenaga kerja lokal. Kamis (28/3/2024)

Dalam sebuah acara Forum Kajian Fiskal Regional yang diadakan pada Selasa (26/3/2024), Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Bangka Belitung, Edih Mulyadi, mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, sebesar 21,1 persen pengangguran di Babel berasal dari lulusan perguruan tinggi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa lapangan kerja sektor formal perlu diperluas agar dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Bacaan Lainnya

Edih menyoroti perlunya pendataan dan keberlanjutan pelatihan untuk menghindari agar bonus demografi tidak menjadi musibah bagi Bangka Belitung. Dia juga menekankan pentingnya melakukan follow-up kepada alumni Balai Latihan Kerja dan pemegang kartu Prakerja untuk memastikan mereka telah mendapatkan pekerjaan atau telah memulai usaha.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Belitung, Totok Haryanto Silitonga, menambahkan bahwa jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi merupakan salah satu faktor dominan setelah lulusan SMA/SMK. Namun, jumlah lulusan yang dihasilkan belum sebanding dengan kondisi pasar tenaga kerja di lapangan.

Totok menyoroti bahwa sektor primer di Bangka Belitung, seperti pertanian dan tambang, justru menyerap lebih banyak tenaga kerja yang bukan berasal dari perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara kualifikasi lulusan dengan kebutuhan industri lokal.

Dalam konteks ini, program “satu rumah satu sarjana” yang dicanangkan pemerintah daerah perlu dievaluasi lebih lanjut. Sebab, program ini belum sepenuhnya sesuai dengan kehadiran investor yang membuka sektor kerja formal dan produksi hilirisasi.

Totok menjelaskan bahwa saat ini, dengan sektor hulu pertanian dan tambang yang dominan, yang dibutuhkan adalah tenaga kerja kasar daripada tenaga kerja terampil.

Meskipun demikian, Totok menekankan pentingnya pendidikan lanjutan di Bangka Belitung. Dia mencatat bahwa wilayah ini masih tertinggal dalam partisipasi pendidikan tinggi, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan.

Namun, hal ini harus dibarengi dengan kesiapan lapangan kerja dan kehadiran investor agar potensi daerah bisa dikelola tidak hanya dalam bentuk barang mentah.

Dari sisi kinerja fiskal regional, realisasi pendapatan negara di Bangka Belitung terhitung Januari sampai 29 Februari 2024, sudah tercatat sebesar Rp 456,98 miliar (12,30 persen), yang terdiri dari Rp 30,92 miliar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Rp 426,06 miliar dari perpajakan.

Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp 1,6 triliun (16,16 persen), yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 397,39 miliar dan transfer ke daerah sebesar Rp 1,2 triliun.

Dengan demikian, penanganan masalah pengangguran yang disebabkan oleh lulusan perguruan tinggi di Bangka Belitung memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan koordinasi antara pemerintah, perguruan tinggi, sektor industri, dan masyarakat.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa pendidikan dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal, sehingga dapat mengurangi disparitas antara jumlah lulusan dan kesempatan kerja yang tersedia di wilayah ini. (Sumber: Kompas, Editor: KBO-Babel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *