Restorative Justice: Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Sah-kan penghentian penuntutan tiga kasus yang diajukan
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Dalam sebuah langkah yang menandai komitmen terhadap keadilan restoratif, Jaksa Agung Republik Indonesia, Dr. Fadil Zumhana, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), mengesahkan penghentian penuntutan terhadap tiga kasus yang diajukan. Keputusan ini diumumkan pada Senin, 25 Maret 2024, di Jakarta. Kasus-kasus tersebut mencakup berbagai pelanggaran hukum, mulai dari penganiayaan hingga pencurian. Selasa (26/3/2024)
Tiga kasus yang mendapat persetujuan penghentian penuntutan melalui pendekatan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
1. Kasus Tersangka Jefri Ngewi Leo alias Epi: Dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Kasus Tersangka I Sofia Hede, S.Pd. dan Tersangka II Herlin Merince Sonlay, A.Ma.Pd: Dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Selatan, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
3. Kasus Tersangka Febrianus alias Febri bin Agustinus: Dari Cabang Kejaksaan Negeri Maros di Camba, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Keputusan untuk memberikan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif diambil setelah pertimbangan matang. Beberapa alasan yang menjadi dasar keputusan tersebut antara lain:
– Telah dilakukan proses perdamaian di mana tersangka meminta maaf dan korban telah memberikan maaf.
– Tersangka belum memiliki catatan pidana sebelumnya.
– Perbuatan yang dilakukan merupakan kesalahan pertama kali.
– Ancaman hukuman denda atau penjara tidak melebihi 5 tahun.
– Tersangka berkomitmen untuk tidak mengulangi tindakannya.
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, tanpa tekanan atau paksaan.
– Kesepakatan antara tersangka dan korban untuk tidak melanjutkan perselisihan ke ranah persidangan karena diyakini tidak akan memberikan manfaat yang lebih besar.
– Pertimbangan sosiologis dan tanggapan positif dari masyarakat.
Langkah selanjutnya adalah penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif oleh Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri.
Ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, sebagai bagian dari usaha untuk memberikan kepastian hukum.
Keputusan ini mencerminkan komitmen Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam mewujudkan keadilan yang bersifat holistik, tidak hanya dalam konteks hukum pidana, tetapi juga dalam membangun perdamaian dan rekonsiliasi di tengah masyarakat.
Diharapkan, langkah-langkah ini akan membawa dampak positif bagi semua pihak yang terlibat serta memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi hukum. (Sumber: Kasipenkum Kejagung Jaksel, Editor: Putri KBO-Babel)