Perlindungan Terhadap Sumber Informasi dalam Pemberitaan Media: Perspektif Hukum dan Etika Jurnalistik
KBO-BABEL.COM (Jakarta) – Dalam konteks perlindungan terhadap sumber informasi dalam pemberitaan media, Pengacara Tutik Rahayu, SH menegaskan bahwa seorang wartawan tidak boleh dipanggil sebagai saksi dalam proses penyidikan. Pendapat ini didasarkan pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengatur kewajiban pers nasional untuk memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, serta asas praduga tak bersalah. Jum’at (22/3/2024)
Pasal 5 UU Pers tersebut menjelaskan bahwa wartawan memiliki hak untuk melindungi sumber informasi, dan menurut Tutik Rahayu, SH, pemanggilan seorang wartawan sebagai saksi akan melanggar hak tersebut. Tutik Rahayu juga menekankan pentingnya menjaga independensi dan ketidakberpihakan wartawan dalam menjalankan tugasnya.
“Dalam UU Pers sudah dijelaskan sebagaimana mestinya pada pasal 4 ayat (4) yang mengatakan Hak Tolak diberikan wartawan untuk melindungi sumber informasi,” kata Tutik Rahayu, SH dengan tegas.
Hak Tolak yang dimaksud merupakan mekanisme yang dirancang dalam UU Pers untuk mencegah wartawan diperalat untuk menjerat seseorang. Penggunaan keterangan wartawan yang dapat digunakan untuk menjerat narasumber dapat merusak kepercayaan narasumber terhadap wartawan tersebut.
“Jika jurnalis memberikan keterangan yang dapat digunakan untuk menjerat narasumber, maka hal ini akan merusak kepercayaan narasumber terhadap jurnalis,” jelas Tutik Rahayu, SH.
Pada Selasa (19/03/24), Tutik Rahayu, SH juga mengingatkan penyidik di Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk menghormati hak tolak wartawan agar dapat bekerja secara independen dan imparsial tanpa mengorbankan narasumber.
“Diharapkan pejabat penyidik maupun polisi tidak boleh meminta keterangan selain hal-hal yang sudah disiarkan,” tambah Tutik Rahayu, SH.
Perlindungan terhadap sumber informasi dalam pemberitaan media menjadi penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap media. Keberadaan wartawan yang dapat diterima oleh semua pihak adalah hal yang krusial dalam menjaga integritas profesi jurnalistik.
Dalam konteks ini, Tutik Rahayu, SH menekankan bahwa wartawan tidak boleh memberikan keterangan yang dapat digunakan untuk menjerat pihak lain. Hal ini tidak hanya untuk melindungi narasumber, tetapi juga untuk menjaga integritas dan independensi wartawan dalam menjalankan tugasnya.
Dengan demikian, penting bagi lembaga penegak hukum seperti Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk memahami dan menghormati prinsip-prinsip yang diatur dalam UU Pers guna menjaga keseimbangan antara perlindungan sumber informasi dan kebutuhan hukum.
Dalam hal ini, kolaborasi antara wartawan dan lembaga penegak hukum perlu dibangun untuk memastikan bahwa kepentingan publik dilayani dengan baik sambil tetap menghormati hak-hak individu serta menjaga integritas profesi jurnalistik. (Sumber: Topik Terkini, Editor: KBO-Babel)