Pelajar 17 Tahun di Gorontalo Jadi Korban Penganiayaan Oknum Polisi
KBOBABAEL.COM (Gorontalo) – Kecaman dan keprihatinan melanda masyarakat Gorontalo setelah Abdul Aziz Potabuga (17), seorang pelajar asal Kelurahan Dutulana, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, mengaku menjadi korban penganiayaan oleh oknum polisi berinisial TA pada Selasa (30/1/2024) malam di Universitas Gorontalo.
“Saya kaget karena saya ini tidak tau apa-apa,” ungkap Aziz dalam keterangannya saat di Mapolres Gorontalo. Aziz, bersama temannya, datang ke Universitas Gorontalo setelah menerima telepon dari adik teman yang melaporkan masalah saat pertandingan futsal di kampus tersebut.
Ketika Aziz dan temannya tiba di gerbang kampus, kejutan mengejutkan terjadi. Sebuah mobil polisi berwarna hitam datang, dan sejumlah polisi turun dari mobil tersebut. Oknum polisi berinisial TA, tanpa memberikan penjelasan, mendekati Aziz dan membawanya ke Mapolres Gorontalo.
“Saya juga diberi uang Rp 50 ribu oleh komandan (polisi),” ungkap Aziz, mengungkapkan bahwa setelah kejadian itu, TA memberinya uang sebagai upaya tutup mulut.
Dalam perjalanan pulang, TA meminta Aziz untuk tidak membuka suara mengenai insiden tersebut, berharap agar Aziz mengaku bahwa memar di wajahnya bukan akibat dari penganiayaan.
Namun, Aziz tak terima dengan tindakan tersebut.
“Kamu jangan main-main ya! Begitu komandan bilang,” ungkap Aziz, mencoba menirukan ancaman yang diterimanya dari TA. Aziz mengungkapkan bahwa dirinya bahkan disuap oleh anggota polisi tersebut.
Setelah penganiayaan, Aziz dibawa oleh TA ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan perawatan medis. Menariknya, seluruh biaya pengobatan ditanggung oleh TA, karena Aziz mengaku belum memiliki BPJS Kesehatan.
Namun, Aziz tetap melaporkan insiden ini kepada tantenya, Riska Masilu (33), yang pada saat itu sedang menjalani tugas di Puskesmas Gorontalo Utara.
“Sudah di periksa dan sudah di visum juga,” ungkap Riska, memberikan informasi terkait proses pemeriksaan Aziz setelah mendapatkan perawatan medis. Kasus ini kemudian dilaporkan ke SPKT Polda Gorontalo dengan nomor STTLP/B/41/I/2024/SPKT/POLDA GORONTALO.
Di tengah kontroversi ini, pihak kepolisian berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Kapolres Gorontalo, Kombes Pol Agus R. Wahyudi, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan dan menindak tegas jika terbukti adanya pelanggaran oleh anggotanya.
Pernyataan ini mencoba menenangkan masyarakat yang merespon dengan keprihatinan dan kecaman terhadap tindakan oknum polisi tersebut.
“Saya kaget karena saya ini tidak tau apa-apa,” ujar Aziz dalam keterangannya kepada TA di Mapolres Gorontalo.
Kritik terhadap kasus ini tidak hanya datang dari masyarakat setempat, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat, aktivis hak asasi manusia, dan organisasi non-pemerintah.
Mereka menuntut transparansi dan keadilan dalam menangani kasus ini, serta menyoroti perlunya penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu terhadap aparat yang terlibat dalam tindakan kekerasan.
“Sudah di periksa dan sudah di visum juga,” ungkap Riska Masilu, menegaskan bahwa Aziz telah menjalani pemeriksaan dan visum sebagai bagian dari proses penyelidikan kasus penganiayaan yang menimpanya.
Hashtag #JusticeForAziz pun mulai muncul di media sosial sebagai bentuk dukungan dan ajakan untuk menuntut keadilan bagi Aziz dan korban kekerasan lainnya.
Masyarakat secara massif mengungkapkan kecaman terhadap tindakan oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan malah melakukan kekerasan terhadap warga yang seharusnya dilindungi.
“Saya juga diberi uang Rp 50 ribu oleh komandan (polisi),” akunya, mengungkapkan upaya TA memberinya uang tutup mulut.
Aziz dan keluarganya, yang saat ini tinggal bersama Riska, mengharapkan agar kasus ini dapat diungkap dengan transparan dan adil. Mereka menekankan pentingnya perlindungan terhadap warga dari tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian.
Dalam kondisi yang masih menyimpan trauma, Aziz dan keluarganya berharap agar pelaku kekerasan dapat diadili sesuai hukum yang berlaku.
Kasus penganiayaan terhadap Aziz menjadi cerminan dari kompleksitas dan tantangan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Di saat masyarakat menginginkan keadilan dan transparansi, tindakan kekerasan oleh oknum polisi menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Semua pihak berharap agar penanganan kasus ini dapat memberikan kepastian hukum dan menegaskan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak warga negara. (Sumber : Bangkapos & TribunTrends, Editor : KBO BABEL)